"Maklum, pada tahun 1980-an, bersih lingkungan, masih sangat keras diberlakukan," katanya.
Untuk mengurangi beban psikologis, atas anjuran Prof Dr Mahar Mardjono yang waktu itu juga dokter ahli kepresidenan, dia meminta bantuan Prof Oetama, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan Prof Pieter Donker.
Dalam konferensi pers di hadapan awak media, Tim Dokter Kepresidenan menyebut bahwa operasi akan dilakukan oleh dua profesor tersebut. Padahal sebenarnya oleh dokter Frits.
"Mungkin waktu itu saya masih a nobody, jadi tak perlu disebut namanya," kata Frits.
Operasi yang disebut Reseksi Prostat Transuretal itu berjalan lancar. Pemerintah Indonesia lalu memberi hadiah kepada dua profesor yang sudah ikut membantu itu jalan-jalan ke Bali dan Flores.
Sementara, dokter Frits makin akrab dengan Soeharto, bahkan dengan keluarganya. Pak Harto juga sering menganjurkan kepada para menterinya untuk memakai tenaga dokter Frits bila punya keluhan prostat.
Selain hubungan makin akrab, Frits pun diangkat menjadi anggota Tim Dokter Ahli Presiden RI khusus bidang urologi. Meski tidak menerima gaji, tapi dapat honor dan diperbolehkan membeli mobil secara angsuran, tanpa pajak. Fasilitas lain adalah harus memiliki paspor dinas, bebas biaya fiskal, dapat tiket kelas satu dengan pesawat terbang.
Pada 1990, dokter Frits naik pangkat jadi Laksamana Pertama TNI Angkatan Laut. Dan yang sudah pasti, akan mendapat undangan kenegaraan, seperti perayaan 17 Agustus dan hari Lebaran di Istana Merdeka.
Biasanya, sebelum puasa, ia sudah mendapat bingkisan yang terbungkus indah dengan secarik kertas dari si pengirim, "Presiden Republik Indonesia dan Nyonya Tien Soeharto". Isinya: setelan jas, selembar kain batik, selendang, dan bahan kebaya.
"Masa itu betul-betul masa honeymoon antara saya, serta anggota Tim Ahli yang lain dengan Bapak serta Ibu Tien Soeharto. Sulit melupakan semua keramahtamahan beliau," tulis Frits.
Baca Juga: Prof Dr Subroto Meninggal Dunia, Tokoh Energi RI sekaligus Menteri Era Soeharto
Dan yang tak pernah dilupakan oleh Fritz, hubungan hangat antara dia dan Soeharto. Tak jarang, Pak Harto memanggilnya untuk sekadar ngobrol dan cerita macam-macam, terutama saat bergerilya di Yogyakarta atau Jawa Tengah melawan Belanda.
"Tak jarang, sehabis saya bertemu Pak Harto, ajudan atau mereka yang ditugaskan berada di Cendana bertanya kepada saya, apa saja yang dikatakan Pak Harto kepada saya," ungkap Frits, yang meninggal pada pada Jumat 30 September 2016 dalam usia 90 tahun di RSPAD Jakarta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.