JAKARTA, KOMPAS.TV – Satu Meja The Forum Kompas TV menayangkan kilas balik drama kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Salah satu kilas balik yang ditayangkan pada Rabu (28/12/2022) adalah penjelasan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dalam wawancara dengan Budiman tanuredjo, pembawa acara Satu Meja The Forum, Kapolri membeberkan proses pengungkapan kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kapolri menjelaskan, peristiwa penembakan Brigadir J yang diduga melibatkan Irjen Pol Ferdy Sambo tersebut menjadi pukulan untuk institusinya.
Terlebih peristiwa itu terjadi saat Polri sedang memperbaiki citra institusi, yang memang dari awal ia memulaiNYA dari mendengarkan aspirasi masyarakat tentang harapan mereka pada Polri.
Kasus yang melibatkan petinggi Polri tersebut, kata Listyo, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusinya.
Baca Juga: Adu Ahli Hukum Sambo dan Eliezer, Soroti Motif Pembunuhan Yosua Hingga “Lie Detector”
“Kita berdasarkan hasil survei awal kita di angka 74 persen,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum yang ditayangkan Rabu (7/9/2022).
Bahkan, dengan pelaksanaan berbagai program transformasi menuju Polri yang presisi pada saat itu, serta mendengar aspirasi masyarakat, dan melaksanakan program-program untuk mengawal kebijakan pemerintah, tingkat kepercayaan meingkat menjadi 76 persen.
Upaya meningkatkan kepercayaan itu, kata Kapolri, bukan hal yang mudah, bahkan itu merupakan pekerjaan yang sangat berat, dan itu dilakukan oleh seluruh jajaran Polri, dari atas sampai bawah.
“Makanya begitu ada peristiwa Sambo ini memang dampaknya luar biasa, turun di angka 54 koma sekian,” imbuhnya.
Itu menjadi pukulan untuk institusi yang dipimpinnya, dan kemudian menjadi tekad untuk betul-betul bisa menuntaskan.
Kapolri mengakui, di awal kasus ini bergulir, pihaknya sempat mengalami kesulitan. Karena FS atau Ferdy Sambo menceritakan skenario bahwa itu merupakan peristiwa tembak menembak.
“Dan itu disampaikan ke banyak orang, termasuk saya. Sehingga pada saat itu saya tanyakan pada yang bersangkutan, ‘Kamu jujur kamu terlibat atau tidak?’,” lanjutnya.
Kapolri bahkan sampai dua kali menanyakan hal itu, dan mengatakan akan memproses kasus itu sesuai dengan fakta.
Sehingga, jika peristiwanya tidak seperti yang disampaikan, ia meminta agar Sambo menceritakan dengan jujur. Tetapi, kalau memang seperti itu, Kapolri akan melihat pembuktinnya sesuai dengan fakta.
Seiring berjalannya waktu, kemudian banyak muncul informasi-informasi kejanggalan, apalagi pada saat keluarga Yosua protes karena jenazah Yosua tidak boleh dimakamkan secara kedinasan. Kejanggalan-kejanggalan yang ada pun semakin membesar.
Sehingga kemudian Kapolri memutuskan untuk membentuk timsus, dengan melibatkan para pejabat utama Polri, seperti Wakapolri, Irwasum, Kabareskrim, dan beberapa tim yang memiliki integritas.
Setelah tim mulai bergerak, lalu Kapolri menonaktifkan Ferdy Sambo, karena saat itu ia menerima informasi-informasi bahwa ada kesulitan dari timsus untuk bekerja dengan baik.
Baca Juga: Eks Hakim Agung: Richard Eliezer dan Sambo Harus Dihukum!
“Kemudian saya dalami, dan ternyata memang saya mendapati informasi ada upaya untuk menghalang-halangi, mengintimidasi, bahkan membuat cerita-cerita di luar yang dilakukan untuk memperkuat skenario yang bersangkutan.”
“Kemudian kita putuskan untuk kita nonaktifkan, kemudian kita ihat bahwa penyidik pun saat itu sempat takut karena ada bahasa-bahasa bahwa mereka semua nanti akan berhadapan dengan yang bersangkutan,” urainya.
Kapolri pun memutuskan untuk melakukan mutasi terhadap 25 personel, termasuk Ferdy Sambo, dan mengganti dengan pejabat baru.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.