JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Asosiasi Poligraf Indonesia Agung Prasetya menjelaskan cara kerja tes poligraf yang dipakai untuk memeriksa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Kuat Ma'ruf.
Dalam program Rosi di Kompas TV yang tayang Kamis (22/12/2022) malam, Agung melakukan simulasi, merinci alat yang dipakai dalam tes poligraf metode Utah ZCT, beserta cara kerjanya.
"Kita akan menyodorkan suatu agreement bahwa apakah dia mau diperiksa atau tidak. Kalau misal tak mau berarti menolak. Semua harus ada persetujuan dulu di awal," tegas dia.
Setelah itu, ada tahap pre-test, meliputi penjelasan cara kerja poligraf, termasuk wawancara kepada terperiksa untuk menggali kesehatan dan riwayat sosialnya.
"Nah (pre-test) yang terakhir, kita akan melakukan wawancara naratif, terperiksa diminta bicara, misal kronologi kejadian di suatu tempat, contohnya di Magelang. Kita akan minta cerita versi dari terperiksa," kata Agung.
Baca Juga: Saat CIA Gunakan Lie Detector Hanya untuk Tingkatkan Kepercayaan Publik
Setelah wawancara selesai, Agung melanjutkan, "kita lakukan tes awal, di mana tujuannya untuk memastikan terperiksa sudah terbiasa dengan penggunaan alat."
"Juga untuk memastikan pola reaksi terperiksa ketika jujur maupun berbohong, dan untuk memastikan terperiksa layak dipoligraf atau tidak," tegas dia.
Pelaksanaan Tes Poligraf
Usai tahap pre-test rampung, terperiksa akan menjalani tes poligraf. Dalam hal ini, pemeriksa telah mengantongi bekal pola reaksi dari terperiksa saat menjalani pre-test.
"Terperiksa duduk senyaman mungkin, kita akan meminta izin untuk memeriksa, itu wajib, jangan sampai kita tak diizinkan dan tiba-tiba memasang alat," kata Agung.
"Kita pastikan dulu, tidak ada aksesoris yang melekat di tubuh. Intinya tak ada yang menghalangi pemasangan alat," sambung dia.
Masuk ke penjelasan alat, Agung menyebut terdapat dua sensor deteksi pernapasan, masing-masing dipasang pada dada dan perut terperiksa.
"Karena manusia ada napas dada ada napas perut, kita meng-cover itu," terang Agung.
Setelah itu, pemeriksa akan memasang sensor kardio pada bagian lengan terperiksa. Alat ini mirip dengan pengukur tensi.
Selain itu juga ada ada sensor keringat yang diletakkan pada jari terperiksa, serta sensor gerakan yang ditaruh di bawah tempat duduk terperiksa.
Alat yang terpasang di tubuh terperiksa tadi, semua terhubung dengan laptop. Dengan demikian, grafik pola reaksi dari terperiksa saat menjawab pertanyaan akan muncul dan terekam.
"Kita melihat pola reaksi, itu yang kita nilai," ungkap Agung.
Baca Juga: Tanggapan Sambo soal Poligraf Putri disebut Lucu oleh Pengacara Brigadir J
Ketua Asosiasi Poligraf Indonesia itu lantas menjelaskan, pemeriksa akan memberi pertanyaan tertutup kepada terperiksa. Singkat kata, hanya ada dua jawaban: Ya atau Tidak.
Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan, secara garis besar terbagi dalam dua jenis, yakni pertanyaan kontrol dan pertanyaan relevan.
"Kalau reaksi di pertanyaan kontrol itu lebih tinggi dari reaksi pertanyaan relevan, berarti dia jujur, dan sebaliknya," terang Agung.
Pada tes poligraf Putri Candrawathi, ada 11 pertanyaan yang diajukan secara berulang sebanyak lima kali, dengan urutan berbeda.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui pola reaksi saat terperiksa menjawab pertanyaan.
"Kalau orang memang ada niatan untuk berbohong, beban dia bertambah, takut ketahuan berbohong, jadi berusaha untuk memanipulasi," ungkap Agung.
Sebagai informasi, Agung juga menjelaskan hasil tes poligraf tak bisa langsung diketahui seketika. Ahli butuh waktu untuk menginterpretasikan data grafik hasil pola reaksi yang direkam ketika tes poligraf dilakukan.
Baca Juga: Kriminolog UI: Bisakah Putri Candrawathi Disebut Aktor Intelektual dan Apa Konsekuensinya?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.