JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita mengingatkan hakim tidak bisa memaksa saksi untuk berbicara jujur.
Hal ini menanggapi sejumlah momen saat majelis hakim mendesak saksi Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Wibowo untuk berbicara sesuai fakta di sidang lanjutan pembunuhan berencana Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Romli menjelaskan hakim seharusnya membuat strategi agar saksi bisa berbicara jujur dan tidak melulu mendesak agar saksi mengatakan fakta sebenarnya.
"Hakim itu harus lebih sabar dan menggunakan strategi tertentu sehingga orang itu mau bicara yang benar," ujar Romli di program Rosi KOMPAS TV, Kamis (9/12/2022).
Baca Juga: Kuat dan RR Disebut Buta Tuli, Romli Atmasasmita: Hakim Tak Boleh Menjerat dan Menyimpulkan
Romli menyarankan agar majelis hakim perkara pembunuhan berencana Brigadri J bisa menyampaikan pertanyaan yang menggiring saksi berbicara benar, bukan pertanyaan yang menjerat.
Apalagi saksi dalam perkara tersebut memiliki masih takut terhadap terdakwa Ferdy Sambo karena relasi kuasa.
"Tahu kita ada relasi kuasa tapi hakim bisa menyampaikan pertanyaan yang bukan menjerat, tapi menggiring saksi bisa bicara yang betul bisa itu," ujar Romli.
Lebih lanjut Romli mengakui setiap hakim yang diberi perkara tersebut pastinya akan terbeban karena menjadi sorotan semua pihak.
Baca Juga: Pihak Kuat Maruf Laporkan Hakim Sidang Pembunuhan Brigadir Yosua, Ini Alasannya!
Untuk itu hakim perlu berhati-hati dalam memberikan pernyataan kepada para saksi yang dihadirkan. Namun terkadang karena faktor kehati-hatian membuat hakim menjadi stres.
Meski dalam tekanan, sambung Romli, hakim tetap perlu menjaga sikap saat memeriksa saksi.
Ia mengingatkan pernyatan bisu, tuli yang dilontarkan hakim tidak sepatutnya keluar. Sebab di samping mengetahui hukum, hakim dibatasi oleh pedoman prilaku.
"Salah satunya ya tidak boleh memberikan pernyataan menjerat. Apalagi menyimpulkan, kamu bohong, tuli bisu, itu tidak bisa. Ini pelanggaran-pelanggaran kode etik hakim yang harus diperbaiki dan harus diingatkan lah," ujar Romli.
Baca Juga: Hakim Sidang Sambo Sebut Kuat dan Ricky Buta Tuli, Romli Atmasasmita: Ini Pelanggaran Kode Etik
Sebelumnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dilaporkan ke Komisi Yudisial karena diduga melanggar kode etik.
Wahyu, yang menjadi ketua majelis hakim perkara pembunuhan berencana Brigadri J dinilai oleh tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf memberikan pernyataan tendensius dan telah menyimpulkan.
Tim pengacara menilai sikap majelis hakim telah melanggar KUHAP jo Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2012 jo Keputusan Bersama MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2009.
Diketahui saat sidang lanjutan, Hakim Wahyu Iman Santoso menganggap terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal Wibowo buta dan tuli karena mengaku tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2020.
Padahal sebelumnya, Kuat Ma’ruf menceritakan dirinya berjalan di belakang Yosua atau Brigadir J dan kemudian berdiri sejajar dengan Ricky Rizal Wibowo.
Pernyataan itu disampaikan Wahyu Iman Santoso setelah mendengarkan kesaksian Kuat dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Brigadir J di PN Jaksel, Senin (5/12/2022).
"Yosua tadi sudah dipraktikkan di sini oleh saudara Richard, berdirinya Richard dengan Ricky itu ndak jauh. Tapi kalian karena buta dan tuli makanya saudara tidak mendengar dan tidak melihatkan, kan itu yang mau saudara sampaikan," ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.