Dua hakim menyampaikan, bahwa saat kejadian pada 8 Desember terdakwa berstatus perwira penghubung bertugas di Kodim 1705/Paniai sesuai dengan dakwaan kesatu, tidak ada pengendalian secara patut serta memenuhi salah satu unsur pembunuhan, dan terjadi pola kekerasan.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Limpahkan Berkas Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua ke Pengadilan Makassar
Tiga hakim lainnya pertimbangan unsur komando militer sebab sebagai seorang komandan militer tertinggi kala itu pada dakwaan kesatu sebagaimana yang dipertimbangkan dalam unsur komandan militer, serta dakwaan kedua unsur komandan militer tidak terpenuhi.
Sebelumnya, Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum dalam kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Paniai, Papua.
Atas dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dakwaan kedua, Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Seorang Purnawirawan TNI sebagai Tersangka Kasus Pelanggaran HAM di Paniai Papua
Kejadian tersebut terkait dengan pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian atas protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga oleh aparat pada tanggal 7 Desember 2014.
Aparat melakukan pembubaran paksa dengan menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat.
Dalam kejadian itu, empat orang tewas antara lain Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo, dan Simon Degei,serta 10 orang terluka.
Baca Juga: Kejagung Masih Kumpulkan Bukti Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.