Sementara itu, peneliti Pusat Riset Geoteknologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan, pemantauan udara tersebut dilakukan untuk memetakan titik longsor dan mengantisipasi lokasi banjir bandang.
"Kalau nantinya kita bisa memetakan longsor-longsor ini ada di mana saja, kita bisa antisipasi lokasi banjir bandangnya di mana saja dan ini untuk pemodelan kedepannya," kata Nuraini.
Ia juga menerangkan bahwa ada lima hal yang diobservasi dari pantauan udara BNPB dan BRIN tersebut.
Pertama, mengetahui risiko turunan (cascading risk) berupa tanah longsor dari gempa utama berkekuatan M 5,6 itu.
Kedua, memetakan titik-titik longsor yang dapat menimbulkan banjir bandang.
Baca Juga: BMKG Tegaskan Gempa Garut Tak Berkaitan dengan Cianjur, Ini Penjelasannya
Ketiga, mengetahui sebaran dari kerusakan akibat gempa Cianjur.
"Kami observasi dari udara walau kami tahu kalau dari daratnya lebih parah di Cugenang, tapi kami lihat sebaran dari udaranya. Karena kalau penyabab-penyebab ini kan masih kami investigasi," jelasnya.
Keempat, mengetahui lokasi patahan gempa.
"Kalau kita tau pola patahannya secara spasial, kita akan lebih memahami strategi mitigasi kebencanaan," tuturnya.
Terakhir, kata Nuraini, mereka menganalisis tentang lokasi sesar, hulu-hulu sungai, serta pemukiman penduduk.
"Karena kami melihat dari udara untuk kami evaluasi langkah strategis upaya selanjutya dan proyeksi rekonstruksi," pungkas Nuraini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.