Penyakit ini sangat mungkin terjadi di pengungsian yang terletak di daerah endemis malaria atau pengungsi dari daerah endemis datang ke lokasi penampungan pengungsi pada daerah yang tidak ada kasusnya tapi terdapat vektor.
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bisa timbul setelah pneumonia berat (infeksi paru-paru) yang tak terdeteksi lebih dini.
ISPA terjadi akibat adanya infeksi virus maupun bakteri. Salah satu jenis dari ISPA yang paling sering ditemui adalah common cold, yang ditandai dengan gejala batuk dan pilek.
Korban gempa yang berada di pengungsian berisiko tinggi mengalami ISPA, karena penyakit ini bisa menular melalui droplet atau cairan yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
Baca Juga: BMKG Ungkap Alasan Banyak Gempa Susulan di Cianjur, Imbau Masyarakat Hindari Kawasan Perbukitan
Penyakit ini cukup bervariasi di Indonesia, karena menyesuaikan daerah kabupaten atau kota, di antaranya penyakit hepatitis, penyakit akibat gangguan asap, dan leptospirosis.
Penyakit leptospiroris disebabkan oleh bakteri Leptospira dan bisa muncul akibat adanya paparan langsung pada air kencing tikus. Sumber air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut juga bisa menjadi media penyebaran penyakit ini.
Orang yang terjangkit leptospirosis akan mengalami gejala, seperti demam tinggi hingga menggigil, nyeri kepala, nyeri otot di daerah betis, sakit tenggorok disertai batuk kering, mata merah dan kulit menguning, mual, muntah-muntah, serta diare.
Baca Juga: 24 Warga Semarang Terpapar Leptospirosis, Bakteri Urine Hewan yang Tularkan Manusia
Untuk mengantisipasi krisis makanan dan gizi serta risiko penularan penyakit akibat bencana, tim penanggulangan bencana harus diperkuat.
Pengetahuan tentang gizi darurat, penyakit-penyakit potensial menular, metode dan teknik untuk penilaian, monitroting dan evaluasi, dan peran tenaga kesehatan harus ditingkatkan.
Sumber : Kompas TV/Kemenkes
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.