JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar gempa bumi, Danny Hilman Natawidjaja, menegaskan tidak ada alat yang bisa memprediksi gempa bumi hingga saat ini di seluruh dunia.
"Mitigasi gempa itu bukan berarti memprediksi kapan gempa akan terjadi. Karena prediksi gempa akan terjadi itu tidak mungkin, belum mungkin secara ilmu pengetahuan," tegas Danny kepada KOMPAS.TV, Rabu (23/11/2022).
Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menerangkan bahwa gempa bumi memiliki sifat yang berbeda-beda. Gempa yang besar, kata dia, tidak selalu didahului oleh gempa-gempa kecil. Selain itu, tidak semua gempa kecil diikuti oleh gempa yang besar.
"Memang gempa yang besar atau cukup besar kadang didahului oleh gempa-gempa kecil. Kami sebut sebagai gempa pembuka, tapi tidak selamanya diikuti oleh gempa kecil," tutur peneliti Sesar Aktif dan Seismic Hazards di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI itu.
"Dan juga tidak semua gempa-gempa kecil yang terjadi itu akan diakhiri atau diikuti oleh gempa yang besar," imbuhnya.
Baca Juga: Pakar Gempa Bumi LIPI Ungkap Penyebab Gempa Cianjur Timbulkan Banyak Korban Jiwa
Peraih gelar doktor dari California Institute of Technology itu pun menegaskan bahwa teknologi prediksi gempa bumi belum ada di seluruh dunia.
"Jadi kalau ada isu apapun di internet yang bilang 'akan ada gempa yang lebih besar' lah, 'gempa akan merembet ke arah lain', jangan percaya, karena itu isu yang menyesatkan," ujar Danny.
Danny menilai, berita palsu itu sengaja dibuat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membuat panik masyarakat.
Ia menerangkan, mitigasi gempa bumi yang dapat dilakukan ada dua. Pertama, membangun rumah tahan gempa. Kedua, memperbaiki tata ruang agar masyarakat tidak membangun rumah di wilayah rawan bencana.
Menurut dia, bagi masyarakat yang sudah terlanjur membangun rumah tanpa konstruksi tahan gempa, sebaiknya mengenali rumahnya dengan baik. Artinya, tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana alam, termasuk gempa bumi.
Baca Juga: Anggota DPR Tertawakan Kepala BMKG Masuk Meja saat Gempa Disorot, Ini 7 Langkah Penting Lainnya
"Paling tidak yang punya rumah lebih tahu, lebih kenal rumahnya kalau misalnya terjadi gempa, kemudian rumahnya roboh dia harus ngapain," jelasnya.
"Apakah lari ke luar atau ada bagian rumah yang sengaja diperkuat, sehingga dia bisa berlindung di situ supaya lebih aman, ada banyak trik lah kalau memang itu dilakukan," lanjut lulusan program sarjana Institut Teknologi Bandung itu.
Terkait tata ruang, ia mengimbau masyarakat untuk tidak membangun rumah di wilayah rawan bencana.
"Jadi kita jangan membangun di wilayah yang sudah dipelajari rawan bencana, rawan gempa. Misalnya tidak membangun rumah di jalur patahannya atau jangan membangun rumah di zona rawan longsor," tutur Danny.
Baca Juga: Hoaks Akan Terjadi Gempa Besar di Waduk Cirata, BMKG: Informasi Resmi Hanya dari Pemerintah
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, viral kabar mengenai pergerakan patahan atau sesar Cimandiri di daerah Sukabumi dan erupsi Gunung Gede.
Selain itu, beredar pula voice note atau pesan suara yang dikaim dari Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan akan ada gempa besar di Waduk Cirata.
Mengenai hal itu, BMKG mengonfirmasi bahwa kabar-kabar tersebut hoaks atau berita bohong.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.