SOLO, KOMPAS.TV – Wastra Nusantara yang dipakai sejumlah pemimpin dunia di perhelatan KTT G20 tahun 2022 di Bali yang baru saja usai, ramai dibahas. Lalu, apa sih wastra itu?
Wastra adalah kain khas tradisional Indonesia yang memiliki makna dan simbol tersendiri dengan matra tradisional setempat yang mengacu pada dimensi seperti warna, ukuran panjang atau lebar.
Disadur dari laman kemdikbud.go.id, wastra pada hakikatnya tidak hanya sekadar kain untuk tata busana dan gaya daerah saja, tetapi juga merupakan loso dan dimensi budaya Indonesia.
Berbagai jenis kain tradisional yang berasal dari segala penjuru daerah di Indonesia bisa disebut dengan wastra, termasuk batik.
Batik di Indonesia sangatlah beragam. Setiap daerah punya motif, corak, dan warna batik yang berbeda.
Berikut makna dari lima corak atau motif batik yang sering dijumpai di Indonesia, seperti dilansir Indonesia Travel.
Ini salah satu motif batik paling tua dengan filosofi dan makna yang sangat dalam. Motif batik parang mengandung nilai sekaligus petuah agar manusia tidak mudah menyerah kepada segala yang terjadi dalam kehidupan.
Pola garisnya yang saling berkesinambungan menggambarkan konsistensi manusia dalam memperbaiki diri dari waktu ke waktu, pantang menyerah untuk mencapai kesejahteraan.
Selain itu, menggambarkan bagaimana manusia terus memperbaiki hubungan dengan Tuhan, alam, maupun sesamanya.
Baca Juga: Selain Batik, Busana Nusantara Kaya Makna, Simbol Persatuan Hingga Kekuatan
Motif kawung paling terkenal berasal dari Yogyakarta. Motif batik ini berbentuk bulatan-bulatan yang menyerupai buah kawung atau buah aren, yang disusun secara geometris.
Dalam kebudayaan Jawa, motif kawung yang disusun geometris ini diartikan sebagai lambang terjadinya kehidupan manusia. Harapannya, agar manusia tidak melupakan asal usulnya.
Selain itu, motif batik kawung juga dikenal sebagai lambang keperkasaan dan keadilan. Itu sebabnya, batik kawung dahulu hanya boleh dikenakan oleh orang-orang tertentu saja, seperti pejabat kerajaan.
Motif batik ini sering dijumpai pada pernikahan adat Jawa. Nama truntum diambil dari Bahasa Jawa “taruntum” yang berarti tumbuh kembali atau bersemi kembali.
Disebut-sebut, asal usul batik ini selalu dikaitkan dengan cerita Ratu Kencana. Adapun batik bergambar kuntum atau kembang di langit ini punya sejarah yang panjang.
Diawali pada abad ke-18, Ratu Kencana merasa diabaikan oleh Sunan Pakubuwana III Surakarta Hadiningrat karena telah memiliki selir baru di keraton.
Kecemburuannya kemudian dilampiaskan pada goresan lukisan gambar bintang dan bunga tanjung pada sehelai kain.
Melihat sang ratu tengah membatik, hati sunan kembali tersentuh. Rasa sayang dan cintanya pun bersemi kembali.
Inilah sejarah batik truntum yang kita kenal sekarang. Motif ini menyimbolkan cinta dan kasih sayang yang selalu bersemi di antara pasangan.
Motif sidoasih juga merupakan corak batik yang sering dikenakan dalam acara-acara pernikahan adat Jawa.
Batik yang bermuatan gambar tumbuhan atau gunung ini berasal dari dua kata Bahasa Jawa, yaitu “sido” yang berarti jadi, terus menerus, atau berkelanjutan dan “asih” yang berarti kasih sayang.
Sehingga, sidoasih dapat diartikan sebagai perlambang kehidupan manusia yang penuh kasih sayang.
Sekar jagad adalah salah satu motif batik yang berasal dari Solo dan Yogyakarta. Sekar jagad diambil dari kata “kar” yang dalam Bahasa Belanda berarti peta dan “jagad” dalam Bahasa Jawa yang berarti dunia, sehingga bermakna peta dunia.
Motif ini menggambarkan indahnya keragaman, baik di Indonesia maupun dunia. Selain itu, motif ini juga memiliki makna keindahan atau kecantikan yang membuat orang yang memandangnya jadi terpesona.
Itulah makna dari lima corak batik yang populer di Indonesia. Tentunya masih banyak motif batik lain yang bisa dieksplorasi.
Sumber : Kompas TV/Indonesia Travel/Kemendikbud
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.