SOLO, KOMPAS.TV – Sejumlah pemimpin dunia menggunakan busana khas nusantara saat menghadiri welcoming dinner KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022) malam.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama ibu Iriana pun menyambut para tamunya dengan menggunakan pakaian adat Bali. Hal ini semakin membuat acara yang digelar di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) kental dengan unsur kebudayaan.
Wastra adalah kain khas tradisional Indonesia yang memiliki makna dan simbol tersendiri dengan matra tradisional setempat yang mengacu kepada dimensi seperti warna, ukuran panjang atau lebar.
Menyadur dari laman kemdikbud.go.id, wastra pada hakikatnya tidak hanya sekedar kain untuk tata busana dan style daerah saja, tetapi juga merupakan loso s dan dimensi budaya Indonesia.
Mengutip dari Kompas.com, wastra nusantara yang dipilih para pemimpin dunia ini agaknya merupakan batik endek, tenun tradisional Bali. Kekayaan budaya lokal ini memang dikenal dengan warna yang cerah dengan motifnya yang khas.
Selain Bali, ragam kain wastra nusantara sangat beragam seperti songket, ulos, sasirangan, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, berikut makna dari lima ragam Wastra Nusantara yang dirangkum dari laman Indonesia Travel.
1. Ulos
Ulos secara harfiah memiliki arti selimut yang menghangatkan badan. Cara pembuatan kain ulos ini hampir mirip dengan kain songket khas Palembang, yakni menggunakan alat tenun bukan mesin.
Warna yang menjadi khas dari ulos ini didominasi merah, hitam, dan putih dengan anyaman benang berwarna emas dan perak.
Baca Juga: Ketika Para Pemimpin Dunia Kenakan Busana Wastra Nusantara di Welcoming Dinner KTT G20
Kain ulos memiliki beragam jenis yaitu ragi hidup, ragih hotang, dan sibolang yang biasa digunakan sebagai selendang.
Jenis ulos lainnya adalah ulos sadum angkola atau ulos godang yang biasanya diberikan pada anak dengan harapan dapat mendatangkan kebahagiaan dan berkat bagi keluarga.
2. Tenun Ikat Flores
Kain tenun satu ini disebut sebagai salah satu wastra Indonesia bernilai seni tinggi lantaran proses pembuatannya yang rumit untuk satu lembar kainnya. Dalam pembuatan kain tenun ikat Flores ini, setidaknya harus melewati 20 tahapan dan waktu yang panjang.
Kain tenun ikat ini diproduksi di sejumlah wilayah Flores yakni Maumere, Sikka, Ende, Ngada, Nagekeo, Manggarai, Lio, dan Lembata.
Masing-masing daerah mempunyai motif, corak, dan warna yang berbeda. Motif tersebut sangat merepresentasikan betapa beragamnya suku, adat, agama, dan kehidupan masyarakat Flores.
Terlebih, ragam motif yang dimiliki kain tentun ini juga sarat akan makna. Misalnya pola belah ketupat yang memiliki arti persatuan antara pemerintah dan masyarakat.
3. Tenun Gringsing Bali
Kain gringsing dari Desa Tanganan, Bali ini begitu unik karena disebut-sebut sebagai satu-satunya kain tenun tradisional yang dibuat dengan teknik ikat ganda.
Kata gringsing sendiri berasal dari kata "gring" yang berarti sakit dan "sing" berarti tidak, sehingga jika digabungkan bermakna "tidak sakit".
Masyarakat Bali meyakini bahwa kain tenun ini memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi mereka dari berbagai macam penyakit.
Di sisi lain menurut mitos Bali, kain gringsing ini berasal dari kekaguman Indra (Dewa Petir Bali) akan langit malam yang memesona. Kemudian Dewa Indra menuangkannya dalam motif tenun apa yang dilihatnya pada raya pilihannya (Tanganan).
4. Tenun Sumba
Selain keindahan alamnya, Pulau Sumba juga memiliki kain tenun khas Sumba yang masih diproduksi dengan teknik tradisional. Kain tenun Sumba ini begitu istimewa dan memiliki harga yang cukup mahal.
Pasalnya, untuk membuat satu lembar kain tenun Sumba membutuh proses yang panjang, setidaknya harus melewati 42 tahapan dan memakan waktu hingga tiga tahun.
Pewarna yang digunakan untuk kain tenun ini pun menggunakan ekstrak dari alam, seperti akar mengkudu, serat kayu, dan lumpur. Usai diwarnai, kain tersebut diikat menggunakan daun gewang dan lanjut ke proses pengeringan.
Jika dilihat lebih dekat, akan terlihat kain tenun khas Sumba memiliki motif-motif fauna yang menjadi ciri khasnya.
Motif fauna ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Sumba yang meyakini bahwa binatang-binatang tertentu layak dijadikan simbol atau nilai kehidupan manusia.
Sebagai contoh, motif kuda memiliki arti kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan. Hal ini dipengaruhi karena kuda adalah simbol harga diri bagi masyarakat Sumba.
Sementara untuk motif bergambar buaya dan naga, keduanya bermakna kekuatan dan kekuasaan raja. Motif ayam mengartikan kehidupan perempuan dan motif burung kakatua melambangkan persatuan.
Bagi masyarakat Sumba, kain ini dianggap begitu sakral dan hanya dipakai saat momen-momen penting, seperti pernikahan, kelahiran, dan ritual penguburan.
5. Kain Tapis
Kain tenun satu ini merupakan kain kebanggaan masyarakat Lampung yang terbuat dari benang kapas serta diberi hiasan sulaman benang emas, perak, atau sutera.
Mulanya, kain ini dirancang sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan hanya digunakan pada acara adat atau ritual keagamaan. Namun seiring perkembangan zaman, kain tapis dapat digunakan sehari-hari dan banyak dibuat sebagai buah tangan andalan dari Lampung.
Jika dilihat dari motif, kain ini memiliki motif yang beragam dengan makna yang berbeda-beda. Misalnya, motif kapal melambangkan perjalanan hidup manusia karena dianggap sebagai kendaraan yang membawa kehidupan manusia mulai dari lahir hingga kematian.
Penggunaan kain tapis ini juga dapat menggambarkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.