Jelang kematiannya, Askham dan pasangannya pun mendesak Inggris segera mengubah hukum untuk melegalkan eutanasia. Istri Askham, Nikki menyesalkan keterpaksaan sang suami yang mesti "melapuk dari leher ke bawah."
"Sebagai ibu dari anak-anak Michael dan teman terbaiknya dan sudah bekerja di NHS selama 29 tahun, saya rasa dia benar-benar memiliki pikiran sadar. Dia tidak sedang depresi atau cacat dalam mengambil keputusan. Dia ingin mati secara terhormat," kata Nikki.
Mempercepat kematian dengan VSED bisa berlangsung pelan-pelan dan menyakitkan. Wesley J Smith, peneliti senior Pusat Eksepsionalisme Manusia di Institut Discovery, menyebut kematian via VSED bisa berlangsung selama berpekan-pekan. Ia pun mengkritik keras advokat eutanasia yang mulai mengampanyekan VSED.
Dalam artikelnya yang dipublikasikan pada Desember 2018, Wesley menyorot betapa VSED semakin gencar dikampanyekan sebagai cara "mati dengan hormat" di negara-negara yang melarang asistensi bunuh diri.
"Kelaparan dan dehidrasi mungkin berlangsung berpekan-pekan (sebelum kematian tiba), dan kemungkinan melibatkan kerusakan substansial dan menyakitkan dari membran-membran halus, ledakan, dan penderitaan fisik lain sebagai akibat tubuh yang ingin hidup dielakkan dari makanan yang penting," tulis Wesley.
Sementara itu, Julia Schwarz, Direktur Klinis End of Life Choices New York (EOLCNY), lembaga konsultan akhir hidup yang berbasis di Amerika Serikat (AS), menyebut penderitaan VSED bisa dikurangi dengan dukungan medis.
Baca Juga: Klinik Eutanasia Jerman Tolak Klien yang Belum Divaksin Covid-19
Schwarz menyebut, selama proses VSED, seseorang mestinya mendapat dukungan sosial dan psikologis yang cukup dari keluarga atau orang dekat. Menyewa perawat pun dipandang penting untuk menunjang kehidupan pelaku VSED menjelang mati.
"Isu-isu ini harus diantisipasi dan direncanakan ketika orang itu masih kapabel membuat keputusan dan bisa memberi instruksi secara efektif ke agen kesehatan mereka, perawat, dan orang-orang terkasih tentang keputusan mereka menolak segala asupan oral di hari depan," tulis Schwarz.
"Mereka juga harus mendiskusikan respons jika orang itu melupakan hasrat mereka mempercepat kematian dan meminta cairan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Schwarz menegaskan bahwa penyebab kematian melalui VSED bukanlah kelaparan, melainkan dehidrasi. Jangka waktu kematian pun dapat berbeda-beda.
Bagi seseorang dengan penyakit parah, jangka hayat "yang umum" adalah satu hingga dua pekan setelah melakoni VSED. Sedangkan bagi orang yang tidak memiliki penyakit parah, kematian bisa datang setelah tiga pekan atau lebih.
Lebih lanjut, Schwarz mengklaim VSED secara umum tidak menyakitkan. Namun, ia mengakui bahwa rasa haus atau kering di mulut dapat terasa "menantang."
Sebagai solusi, ia menyarankan pelaku VSED untuk tetap merawat mulut dengan cara seperti berkumur, menggosok gigi, menggunakan ludah artifisial, atau menyemprotkan cairan ke dasar tenggorokan.
Baca Juga: Adik Korban Keluarga Tewas di Kalideres Buka Suara! Ungkap Kehidupan Korban hingga Putus Kontak
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.