Kemudian penembakan gas air mata pada malam hari merupakan faktor lain yang memperparah dampak gas air mata.
Baca Juga: Kengerian Pintu 13 Versi Komnas HAM, Gas Air Mata Brimob Meledak di Kiri Pintu Keluar
AKS menjelaskan pengaruh suhu udara pada malam hari membuat penguraian zat gas air mata lebih lambat dibanding di siang hari.
Hasil uji laboratorium salah satu kampus negeri di Jatim ini terkonfirmasi dengan pengujian sepuluh sampel gas air mata di laboratorium milik lembaga riset pemerintah.
Dari dokumen hasil uji laboratorium yang diperoleh Kompas, salah satu butir risalah penelitian menyebutkan, dari semua sampel yang diuji, terdapat senyawa lain yang diperkirakan hasil penguraian CS gas.
Namun tidak ada penjelasan nama senyawa lain tersebut. Risalah menyebut kemungkinan penambahan senyawa lain pada sepuluh sampel gas air mata.
Kompas juga menuliskan bahwa sepuluh sampel gas air mata yang diuji di laboratorium milik lembaga riset pemerintah ini berasal dari Satuan Brimob Polda Jatim, Shabara Polres Malang, dan suporter Arema FC.
Sampel berupa amunisi gas air mata hijau polos, ungu polos, merah polos, amunisi flashball powder kaliber 4 mm (merah), amunisi flashball smoke kaliber 4 mm (kuning), amunisi biru polos, selongsong perangkat gas air mata, amunisi silver polos, amunisi silver GL-2303/ L, dan amunisi CS flashball.
Baca Juga: 40 Hari Tragedi Kanjuruhan, Paguyuban Suporter Desak Polri Pecat Penembak Gas Air Mata
Sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menegaskan gas air mata tidak mematikan meskipun digunakan dalam skala tinggi. Hal tersebut mengacu pada keterangan ahli kimia dan persenjataan sekaligus dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan, Mas Ayu Elita Hafizah serta Guru Besar Universitas Udayana sekaligus ahli bidang Oksiologi atau Racun Made Agus Gelgel Wirasuta.
“Beliau (Made Agus Gelgel) menyebutkan bahwa termasuk dari doktor Mas Ayu Elita bahwa gas air mata atau cs ini ya dalam skala tinggi pun tidak mematikan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin 10 Oktober 2022.
Dedi mengatakan, dalam kejadian di Stadion Kanjuruhan, ada 3 jenis gas air mata yang digunakan, yakni pertama berupa asap putih atau smoke. Kemudian, ada gas air mata yang bersifat sedang untuk mengurai klaster dari jumlah kecil, serta gas air mata dalam tabung merah untuk mengurai masa dalam jumlah yang cukup besar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.