JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah pihak menyoroti rencana penggabungan pemeriksaan saksi pada sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Pakar hukum pidana sekaligus mantan hakim, Asep Iwan Iriawan, dalam dialog Kompas Siang di Kompas TV, Sabtu (5/11/2022), menyebut rencana itu bukan hanya menyalahi aturan tetapi juga ngawur.
“Bukan menyalahi (aturan) lagi, tapi ngawur,” jelasnya menanggapi pertanyaaan pembawa acara tentang rencana penggabungan sidang.
“Tapi ya terserah kalau para pihaknya sekarang mau, majelis mau, kan tidak ada alasan mempercepat, ngejar saksi, enggak ada itu, jadi pemeriksaan itu semua dalam keadaan bebas.”
Ia juga menyilakan majelis hakim untuk mengatur proses persidangan, yang menurutnya sejak awal sudah salah aturan.
Baca Juga: Penuh Emosi! Kumpulan Pesan Orangtua Yosua pada Eliezer, Sambo, Putri, Ricky dan Kuat Ma’ruf!
“Silakan majelis ngatur, sejak awal salah ngatur, kenapa satu majelis megang lima perkara, kenapa enggak dua atau tiga perkara, atau sekaligus 11 majelis bersamaan waktunya, biar cepat kan,” lanjutnya.
Menurutnya, meski kasus yang disidangkan sama, peran dari masing-masing terdakwa dan saksi pada kasus tersebut berbeda.
Artinya, keterangan para saksi yang diberikan juga untuk terdakwa yang berbeda.
“Sekarang orang bingung, ini keterangan saksi ini untuk siapa, padahal saksi itu masing-masing untuk terdakwa yang berbeda,” tegasnya.
Asep juga khawatir penyatuan proses sidang tiga terdakwa tersebut akan dianulir oleh Mahkamah Agung (MA).
“Jadi kalau disatukan, sebenarnya kita khawatirkan, karena Mahkamah Agung bisa membatalkan,” tuturnya.
Menurutnya Pasal 253 ayat 2 mengatur tentang cara mengadili yang salah dapat dibatalkan oleh MA.
“Ada pasal 253 ayat 2, caramengadili salah, itu kewnangan mahkamah agung bisa membatalkan.”
“Saya khawatir cara mengadili yang salah ini nanti jadi kewenangan Mahkamah Agung,” tegasnya.
Asep menjelaskan, hukum acara merupakan sesuatu yang tekstual limitatif, dan merupakan perintah konstitusi.
Hukum acara, ungkap dia, harus mengacu pada undang-undang, dalam hal ini diatur dalam KUHAP Pasal 141 dan 142.
Baca Juga: LPSK Periksa AKBP Dody Terkait Permohonan Perlindungan di Kasus Narkoba yang Seret Irjen Teddy
Senada dengan Asep Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menyayangkan rencana penggabungan persidangan tersebut.
Seharusnya, ungkap Hasto, persidangan Richard Eliezer atau Bharada E dipisahkan dengan terdakwa lain.
“LPSK sebetulnya menyayangkan karena sebenarnya sebagai justice collaborator, semestinya Bharada E dipisahkan,” jelasnya, dikutip dari Kompas Siang di Kompas TV, Sabtu (5/11/2022).
“Tetapi karena ini menyangkut efisiensi dalam proses peradilan, ya kami bisa menerima.”
Meski proses persidangannya akan digabung dengan terdakwa lain, menurut Hasto, berkas perkaranya tetap akan terpisah.
Hal itu untuk memenuhi hak Richard sebagai seorang justice collaborator, termasuk pemisahan tempat penahanan.
“Tetapi, tetap saja bahwa berkas dari Bharada E ini memang dipisahkan, jadi ini memenuhi hak yang diberikan pada seorang justice collaborator, pemisahan berkas, pemisahan tempat penahanan dan sebagainya.”
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menyidangkan kasus itu agar hakim memberikan penghargaan pada Richard selaku JC.
“Agar hakim bisa memberikan penghargaan kepada Bharada E ini, dalam bentuk keringanan hukuman atau kesempatan bisa mendapatkan remisi maupun pembebasan bersyarat,” tuturnya.
Kuasa hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, pun menyebut telah meminta pada majelis hakim untuk tidak menggabung sidang kliennya dengan terdakwa lain.
Ronny mengatakan, sebagai seorang justice collaborator (JC), seharusnya persidangan kliennya dipisahkan dengan terdakwa lain.
“Kemarin juga kita sudah sampaikan pada majelis hakim bahwa klien kami ini kan sebenarnya harus terpisah karena sebagai JC,” tuturnya dalam dialog Kompas Siang di Kompas TV, Sabtu (5/11).
Baca Juga: Penggabungan Sidang Richard Eliezer dengan Terdakwa Lain, Mantan Hakim: Ngawur!
“Kami sudah mohonkan pada majelis hakim, tapi mungkin majelis hakim berpendapat lain,” tegasnya.
Namun, kata dia, majelis hakim kasus tersebut tetap akan menggabung persidangan karena ada hal-hal yang mungkin hakim perlu untuk periksa bersamaan.
Padahal, lanjut Ronny, jika melihat posisi Richard Eliezer sebagai justice collaborator yang berperan mengungkap fakta, seharusnya persidangannya terpisah.
“Kalau mengacu pada Undang-undang perlindungan saksi dan korban ini kan sudah diatur di Pasal 10 A, itu di poin tiga mengatur bahwa terdakwa yang merupakan justice collaborator ini dipisah dengan terdakwa lainnya.”
“Ini yang sebenarnya sudah kami sampaikan, tapi kami melihat mungkin ada kepentingan majelis hakim yang lainnya,” ulangnya.
Meski demikian, Ronny berharap pada sidang-sidang selanjutnya, kliennya akan dipisah dengan terdakwa lain.
Baca Juga: Bantah Kesaksian Susi, Eliezer Sebut Tak Pernah Tegur Yosua Saat Akan Angkat Putri Candrawathi
Sebelumnya, majelis hakim kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J menunda sidang lanjutan kasus itu pada Senin (7/11) di PN Jakarta Selatan.
Sidang lanjutan tersebut rencananya akan menggabungkan terdakwa Richard Eliezer dengan Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.