Sejarawan dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu ini dikenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa. Buku inilah yang kemudian menjadi standar bahasa Melayu.
Bahasa melayu itu kemudian menjadi cikal bakal Bahasa Indoensia melalui Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.
Ketika berusia 32 tahun, Raja Ali menjadi bupati bersama Sultan muda dan akhirnya dipromosikan menjadi penasehat agama.
Dalam peran ini, ia mulai menulis tentang bahasa, budaya, dan sastra orang Melayu. Karya-karyanya meliputi kamus Melayu, teks pendidikan tentang tugas raja, silsilah Melayu dan Bugis, antologi puisi dan banyak lagi.
Raja Ali tersohor dengan mahakarya Gurindam Dua Belas sebagai pelopor arus aliran sastra Melayu pada zamannya.
Karya tersebut ditulis oleh Raja Ali Haji pada tahun 1847 ketika berusia 38 tahun di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.
Menurut laman Kemendikbud, karya ini terdiri dari 12 pasal berisi nasihat atau petunjuk hidup.
Nasihat tersebut, antara lain terkait ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orangtua, tugas orangtua kepada anak, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat.
Pembuatan karya sastra ini dilatarbelakangi konflik internal kerajaan dan tekanan penjajah pada Kesultanan Riau-Lingga.
Baca Juga: Mengenal Rasuna Said, Pahlawan Nasional yang Diperingati Google Doodle Hari Ini
Tujuannya, agar nilai-nilai keislaman tidak terkikis oleh konflik internal dan eksternal yang terjadi pada masyarakat Melayu saat itu.
Gurindam Dua Belas kemudian diterbitkan oleh Belanda pada 1953.
Adapun Raja Ali Haji tutup usia pada 1873 di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Jenazahnya kemudian disemayamkan di Kompleks Pemakaman Engku Putri Raja Hamidah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.