JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan mengatakan, virus Covid-19 varian XBB lebih rentan menyerang orang yang belum pernah terpapar Covid sebelumnya.
Hal itu berdasarkan kasus di Singapura, di mana pasien Covid XBB paling banyak justru yang belum pernah terpapar Covid.
"Di Singapura, infeksi Covid-19 ini didominasi pasien yang belum pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya atau disebut covid naive. Orang yang tidak pernah Covid, hati-hati risiko menderita Covid XBB ini lebih tinggi," kata Erlina dalam konferensi pers virtual, Kamis (3/11/2022).
Selain itu, varian XBB juga lebih berbahaya bagi orang berusia lanjut. Lantaran banyak warga berusia muda yang terjangkit, namun yang banyak masuk rumah sakit adalah lansia.
Baca Juga: Obat Covid Paxlovid dan Vaksin Booster Laku Keras, Pfizer Raup Rp159 T dalam 3 Bulan
Erlina pun mengimbau masyarakat yang sudah terpapar varian XBB untuk tidak berkeliaran, meskipun gejalanya ringan. Karena penyakit tersebut berbahaya untuk orang yang sudah lanjut usia.
Ia juga menyarankan pemerintah untuk kembali memperketat protokol kesehatan. Berkaca dari Singapura
yang lonjakan kasusnya cepat sekali.
"Di Singapura, dominasi kasus XBB. Padahal sebelumnya hanya 22 persen. Cepat sekali penularan sampai sekarang 54 persen," ucap Erlina.
Ia juga meminta masyarakat untuk segera divaksin booster. Pemerintah juga harus memperbanyak sentra vaksin booster, karena vaksinasi booster di Indonesia belum mencapai angka 30 persen dari target.
Baca Juga: Waspadai Gejala yang Mengarah ke Covid Varian XBB, Fatality Rate Rendah tapi Cepat Menular
"Penelitian menyatakan dosis vaksin booster akan meningkatkan kemampuan antibodi menetralisir subturunan Omicron ini. PB IDI menganjurkan booster harus dipercepat," ujarnya.
Sebelumnya, dokter spesialis mikrobiologi klinik konsultan, Angky Budianti mengatakan subvarian XBB, yang merupakan turunan dari Omicron SARS-CoV-2 atau B.1.1.529, memiliki kekhasan pada kecepatan penyebaran. Namun mayoritas gejala yang dilaporkan bersifat ringan.
“Memang Omicron ini termasuk juga XBB, lebih khas pada kecepatan penyebaran dan ada kemungkinan bisa imun escape, walaupun imun escape ini masih dalam proses pengawasan oleh WHO. Meskipun demikian, mayoritas klinisnya itu lebih ringan,” kata Angky seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan mutasi pada virus sebetulnya merupakan hal yang normal untuk mempertahankan hidupnya dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan tempat virus tersebut hidup.
Baca Juga: Jokowi Ajak Pusat dan Daerah Kompak: Jika Covid Diatasi Bersama, Urusan Inflasi pun Harus Sama-sama
Pada Omicron, varian ini memiliki 32 titik mutasi di mana yang terbanyak terdapat pada bagian gen yang mengkode protein spike. Dengan demikian, varian Omicron termasuk di dalamnya subvarian XBB, memiliki kekhasan penyebaran yang cukup cepat dibanding varian sebelumnya.
Mayoritas klinis yang ditunjukkan pasien yang terinfeksi XBB umumnya bergejala ringan, yaitu gejala infeksi saluran napas atas seperti batuk, pilek, demam, dan kadang nyeri menelan atau sakit tenggorok.
Angky mengatakan subvarian XBB yang masih sesama varian Omicron tidak memiliki perbedaan yang terlalu bermakna. Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan varian Delta dengan tingkat penyebaran yang cepat dan bergejala berat, sehingga banyak pasien yang dirawat di rumah sakit dan meninggal dunia.
“Tapi, kalau sesama varian Omicron, perbedaannya tidak terlalu bermakna seperti XBB ini,” ucapnya.
Baca Juga: China Lockdown Pabrik iPhone Terbesar di Dunia, Banyak Pekerja yang Kabur karena Susah Makan
Subvarian XBB pertama kali dilaporkan di India pada Agustus lalu. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 27 Oktober 2022, prevalensi XBB di seluruh dunia sekitar 1,3 persen dan sudah ditemukan di 35 negara.
Angky menjelaskan varian Omicron sebetulnya sudah mempunyai beberapa subvarian atau turunan, yaitu BA.1, BA.2, hingga BA.5. Sementara XBB merupakan rekombinan dari dua turunan BA.2, yakni BA.2.10.1 dan BA.2.75. Dalam bahasa awam, Angky mengibaratkan XBB sebagai “cucu” dari Omicron.
“Semoga saja ini tidak jadi varian of concern baru, tapi tetap menjadi subvariannya dari Omicron,” sebut nya.
Sumber : Kompas TV, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.