Ia mencontohkan, fenomena politik pragmatis, politik uang yang sangat memprihatinkan, oligarki politik, orientasi kekuasaan yang sangat kuat sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan.
Bahkan, Tri mengaku prihatin dengan menguatnya politik identitas yang masih berlanjut pasca-pemilu sehingga mengganggu kehidupan kebangsaan yang damai dan kolaboratif.
Menurutnya Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keragaman suku, ras, agama, golongan, dan budaya memerlukan sistem pemilu dan perilaku politik yang memperkuat persatuan dan menjunjung perdamaian.
"Bukan sebaliknya, pemilu yang menyisakan permasalahan yang membawa perpecahan sosial, sikap masyarakat yang pragmatis dengan politik uang, saling menyerang antar pendukung di media sosial, permainan hasil suara dan lain-lain," ungkapnya.
Terkait dengan mulai ramainya wacana pencalonan jelang pemilu 2024, Tri berpesan, agar tidak membuat gaduh dan menimbulkan perpecahan yang dapat menjadi embrio kemunculan kembali politik identitas.
Ia berharap wacana yang muncul dan diperbincangkan justru terkait dengan isu-isu maupun problem sosial ekonomi yang dihadapi bangsa ini dan harus dicarikan jalan keluar.
Tri juga menggarisbawahi tentang keterwakilan perempuan dalam kelembagaan penyelenggara pemilu di semua tingkatan.
“Pemilu selama ini belum menunjukkan keberhasilan proses rekruitmen perempuan dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Keterwakilan perempuan belum mencapai 30%,” ujar Sekretaris PP ‘Aisyiyah ini.
Baca Juga: Jalan Sehat, Sambut Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48
Menurut Tri, salah satu faktor penyebabnya yakni budaya patriarki yang masih kental dan kaderisasi partai bagi perempuan belum optimal.
Apalagi, lanjutnya, fenomena politik berbiaya tinggi yang masih mewarnai praktik politik di negeri ini.
Bagi Tri, itu juga salah satu yang menjadi kendala tersendiri dan turut mengurangi ketertarikan perempuan di wilayah politik.
"Padahal keterwakilan dan kepemimpinan perempuan sangat penting di berbagai level dan ruang publik untuk memajukan kehidupan masyarakat dan bangsa," ungkapnya.
Ia berpendapat, perempuan dipandang memiliki tingkat kepedulian yang lebih tinggi terutama pada isu-isu perempuan, anak, maupun kelompok marjinal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.