JAKARTA, KOMPAS.TV- Jaksa Penuntut Umum meminta Hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Jaksa Penuntut Umum menganggap seluruh dalil yang didakwakan terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin sudah sesuai
"Berdasarkan tanggapan yang sudah kami kemukakan dan uraikan tersebut di atas, maka tanggapan penuntut umum memohon kepada Majelis Hakim mengatakan, satu menolak seluruh dalil eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum terdakwa Arif Rachman Arifin," ujar Jaksa Mahendra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Selasa (1/11/2022).
“Dua menerima surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara Pdm 128/Jakarta Selatan/10/2022 tanggal 5 Oktober karena telah memenuhi unsur formil dan materil. Tiga menyatakan terdakwa Arif Rachman Arifin tetap dilanjutkan.”
Tidak hanya itu, JPU juga meminta hakim untuk menyatakan terdakwa Arif Rachman Arifin tetap berada di dalam tahanan selama menjalani proses hukum perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Baca Juga: Dengar Kesaksian Keluarga Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Disidang Bersama
Dalam kasus obstruction of justice, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap Arif Rachman Arifin melakukan tindak pidana perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Atas dasar itu, Jaksa dalam persidangan mengancam Terdakwa Arif Rachman Arifin dengan pasal berlapis.
Jaksa juga menyebutkan, Terdakwa Arif Rachman Arifin melakukan perintangan penyidikan bersama Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, dan Agus Nurpatria Adi Purnama (masing-masing dalam berkas perkara terpisah).
“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 jo pasal 33 Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” ucap Jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022) yang dipantau secara daring melalui program Breaking News di Kompas TV.
Baca Juga: Dibongkar Kamaruddin: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Bertengkar di Magelang soal Wanita
Selain itu, Jaksa menambahkan, Terdakwa Arif Rachman Arifin juga diancam dengan Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Atau Kedua Primair: Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Penasihat hukum Terdakwa Arif Rachman Arifin, Junaedi Saibih, membeberkan sejumlah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang tidak jelas terhadap kliennya.
Satu di antaranya adalah soal tidak adanya peran Ferdy Sambo kepada terdakwa Arif Rachman Arifin untuk menghapus salinan rekaman CCTV yang berada di flash disk dan laptop Baiquni Wibowo dalam surat dakwaan.
Baca Juga: Hakim Blak-blakan Bilang ke Susi ART Sambo: Saudara Itu Terjebak dengan Kebohongan Sendiri
Padahal, kata Junaedi Saibih, dalam BAP Terdakwa Arif Rachman Arifin menyampaikan ada perintah Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri.
“Chuq, Beq, ini ada perintah Kadiv untuk menghapus file yang ada di laptop dan flashdisk, kalau sampai bocor berarti kita berempat yang bocorin,” ucap Junaedi meniru jawaban terdakwa Arif Rachman Arifin dalam BAP-nya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022).
Tidak hanya itu, Junaedi menuturkan JPU juga tidak menyertakan adanya perintah Ferdy Sambo terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin untuk disampaikan kepada Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo.
“Untuk menghapus file yang ada di laptop dan flashdisk, kalau sampai bocor berarti kita berempat yang bocorin,” kata Junaedi.
Termasuk, tidak menjelaskan bahwa yang dihapus adalah salinan rekaman CCTV bukan file asli.
Baca Juga: Hakim Blak-blakan Bilang ke Susi ART Sambo: Saudara Itu Terjebak dengan Kebohongan Sendiri
“Bukan rekaman file asli dalam DVR CCTV sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan aquo,” kata Junaedi.
Dalam eksepsinya untuk Arif Rachman, Junaedi juga menilai JPU telah berasumsi dalam dakwaan terdakwa kliennya.
Yaitu soal Birgjen Hendra Kurniawan yang memerintahkan kepada kliennya agar menemui penyidik Polres Jaksel agar membuat satu folder khusus untuk menyimpan file-file dugaan pelecehan Putri Candrawathi.
Dalam dakwaan, kata Junaedi, JPU menambahkan narasi dengan menuliskan ‘dimana hal tersebut merupakan hal yang mengada-ada karena memang tidak ada peristiwa pelecehan’.
“Bahwa uraian dalam surat dakwaan dirangkai dengan asumsi untuk menunjukkan seolah Terdakwa Arif Rachman Arifin bertindak dengan memiliki pengetahuan bahwa ‘peristiwa pelecehan merupakan hal yang mengada-ada’,” ujar Junaedi.
“Uraian berdasarkan asumsi yang menyesatkan dan tidak berdasarkan fakta hukum seharusnya menjadi dasar untuk menyatakan surat dakwaan aquo batal demi hukum.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.