Terkait dengan perintah jabatan yang menjadi alasan tim penasihat hukum Bharada E, Abdul Fickar menilai terdakwa sebenarnya bisa menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Menurutnya Pasal 51 KUHP menekankan pada relasi jabatan dalam lingkup pekerjaan. Di luar dari itu terdakwa bisa menolak perintah yang diajukan pimpinannya.
Walaupun dalam realitasnya sulit membedakan kepentingan dinas dengan kepentingan bersifat privat.
"Pengertian perintah jabatan dalam Pasal 51 KUHP ini selalu dalam lingkup pekerjaan, lingkup jabatan relasi antara atasan dan jabatan. Kalau di luar itu ada kewajiban untuk menolak," ujar Abdul Fickar.
Baca Juga: Gayus: Bharada E Harus Tanggung Jawab atas Kematian Brigadir J, Kalau Tak Ada Dia, Tak Ada Kematian
Bharada E didakwa bersama-sama melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Pembunuhan berencana itu dilakukan oleh Richard Eliezer bersama Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; serta Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Surat dakwaan yang dibacakan jaksa, pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dilatarbelakangi pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J saat berada di Magelang.
Pengakuan itu lantas membuat Ferdy Sambo marah hingga akhirnya menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J. Richard Eliezer tak menolak ketika diminta Ferdy Sambo menembak Yosua.
"Terdakwa Ferdy Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu, 'berani kamu tembak Yosua?'," ungkap JPU.
"Atas pertanyaan terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan kesediaannya 'siap komandan'," lanjut JPU.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.