"Kita terus membuat diskusi dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) kemudian juga memutuskan bukan hal yang sama dengan gagal ginjal akut sebelumnya, jadi ini proses yang panjang juga ya," tutur Nadia.
"Jadi kemudian tentunya pada saat kita mendapat info ada gambaran dari Gambia, kita langsung kemudian melakukan pemeriksaan kedua zat toksik yang dikatakan jadi penyebab di Gambia."
"18 September begitu kita menemukan zat toksik yang ada di kandungan urine dan darah anak gagal ginjal akut misterius tadi, kita langsung mengeluarkan Surat Edaran terkait bahwa kita menghentikan sementara penggunaan sirup cairan pada pelayanan kesehatan dan nakes, ini tentunya melindungi masyarakat kita," lanjutnya.
Nadia mengakui, belum ada hasil yang menyebut cemaran EG dan DEG adalah penyebab gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.
Tapi berdasarkan data dari pasien yang dirawat di RSCM Jakarta, mayoritas pasien memiliki kadar EG dan DEG yang tinggi di tubuhnya.
"Kalau kita melihat setelah cuci darah zat toksik ditemukan, walaupun kita belum tahu penyebabnya, tapi konsisten dari 10 pasien yg dirawat di RSCM itu kita melihat 7 itu mengandung zat tersebut, yang paling konsisten di antara pemeriksaan-pemeriksaan lain seperti virus dan sebagainya, itu yang kemudian kita katakan bahwa kita hentikan sementara agar aman sambil menunggu proses pemeriksaan berlanjut di BPOM RI," terangnya.
Baca Juga: BPOM Duga Produsen Sengaja Salahgunakan Bahan Baku Obat Sirup
Sementara itu, dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (27/10), Kepala BPOM Penny K Lukito memastikan pihaknya sudah melakukan proses pengawalan sangat ketat.
"Ada penggiringan terhadap BPOM RI yang tidak melakukan pengawasan secara ketat itu karena tidak memahami saja proses jalur masuknya bahan baku, pembuatan. Karena dalam sistem jaminan mutu, bukan hanya ada BPOM RI," tuturnya.
Penny mengatakan, pihaknya tidak memegang kendali terkait dengan proses persetujuan pemasukan bahan propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) yang diimpor oleh perusahaan farmasi.
“Kami mengidentifikasi bahwa BPOM tidak mengendalikan pemasukan. Dan ini sudah saya laporkan ke Pak Presiden dan sudah di-follow up (ditindaklanjuti) kembali bersama lintas sektor terkait untuk ke depan pemasukan dari bahan pelarut ini harus ada dalam SKI (Surat Keterangan Impor)-nya BPOM,” kata Penny.
Ia menjelaskan, propilen glikol (PG) merupakan zat kimia yang tidak berbahaya ketika penggunaannya masih dalam batas toleransi.
Zat berbahaya muncul ketika PG yang digunakan untuk mengencerkan obat sirop bereaksi secara kimia hingga menghasilkan EG dan DEG.
Baca Juga: Simak Tips Komplain soal Produk Atau Layanan di Media Sosial, Biar Tak Disomasi atau Dituntut
Bahan PG termasuk komoditas nonlarangan dan pembatasan (nonlartas) sehingga tata niaganya dapat dilakukan importir umum tanpa surat keterangan impor (SKI) yang dikeluarkan BPOM.
“Masuknya ke Kementerian Perdagangan, sama-sama dengan bahan kimia yang non-pharmaceutical grade lainnya sehingga BPOM tidak bisa melakukan verifikasi terkait hal tersebut. Dan bisa saja terjadi tumpang tindih di pedagang kimianya, supplier kimianya, jadi campur aduk di sana,” jelasnya.
Dia menekankan bahwa bahan kimia yang diimpor untuk pembuatan obat seharusnya masuk dalam kategori pharmaceutical grade, yang mengharuskan pemurnian tinggi sehingga cemaran bisa hilang dari pelarut PG dan PEG.
Penny mengakui jika PG dan PEG yang tidak pharmaceutical grade ini harganya memang lebih murah, dibanding yang pharmaceutical grade.
“Tapi kalau dia tidak pharmaceutical grade, kita tidak pernah tahu berapa konsentrasi dari pencemar-pencemar yang ada. Perbedaan harga yang sangat tinggi inilah yang bisa membuat penggunaan yang ilegal bisa terjadi. Ini yang akan terus kami telusuri,” ungkapnya.
Baca Juga: BPOM Rilis Tambahan 65 Obat Sirop Aman Dikonsumsi, Ini Daftarnya
Menurut Penny, bahan PG dan PEG impor yang masuk ke industri farmasi dalam negeri seharusnya dipisahkan dengan bahan PG dan PEG yang digunakan oleh industri non-farmasi.
Ia menegaskan bahan kimia impor lainnya yang masuk dalam kategori pharmaceutical grade selama ini sudah melewati proses perizinan melalui SKI BPOM.
“Tapi bahan baku yang lain sudah masuk pharmaceutical grade. Bahan baku yang pharmaceutical grade itu bisa masuk melalui SKI BPOM. Hanya ini (PG dan PEG, red.) belum,” tambahnya.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.