JAKARTA, KOMPAS.TV- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengimbau tenaga kesehatan, terus aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan usai penggunaan obat, kepada Pusat Farmakovigilans melalui aplikasi e-MESO Mobile.
Hal itu untuk mencegah kasus seperti gagal ginjal akut terulang lagi.
“Kami akan mengimbau kepada para tenaga kesehatan untuk betul-betul menggunakan MESO, mencatat produk dan kejadian pasien, ada data-datanya yang di-provide di dalam Farmakovigilans sistem ini. Dengan demikian akan memudahkan apabila terjadi kejadian seperti yang tidak kita harapkan ini,” kata Penny saat konferensi pers di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (27/10/2022).
Penny menjelaskan, Farmakovigilans adalah sistem pencatatan obat yang digunakan pasien yang bisa dilaporkan tenaga kesehatan kepada BPOM.
Apabila muncul suatu kejadian tidak diinginkan, apalagi kejadian fatal seperti kematian pada pasien, BPOM bisa segera menelusuri dan memastikan sebab-akibat apakah kejadian tersebut memang disebabkan oleh obat.
Baca Juga: Obat Penawar Gagal Ginjal Terbatas, Ini Kriteria Pasien yang Diberi Fomepizole Gratis
Menurut Penny, Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional selama ini sebetulnya sudah berjalan dan diketahui oleh para tenaga kesehatan. Dia mengatakan pihaknya selalu melakukan sosialisasi kepada para tenaga kesehatan, hanya saja penggunaannya masih dikatakan kurang.
“Dengan adanya peristiwa ini, kami mengimbau untuk para tenaga kesehatan pada sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit dan klinik-klinik untuk memperhatikan dan melakukan Farmakovigilans ini, artinya adalah pencatatan obat dari setiap pasien itu betul-betul dilakukan, obat apa, mungkin sampai ke batch-nya,” tutur Penny.
Hingga 25 Oktober, BPOM hanya menerima tiga laporan terkait dengan peristiwa kemunculan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal.
Apabila ada data di Farmakovigilans, tindakan penelusuran obat dapat lebih cepat dilakukan BPOM termasuk apakah terdapat obat sebagai penyebab dari kematian pada pasien.
“Pada saat kami merespon peristiwa atau informasi pada tanggal 5 Oktober, pada saat kami bergerak susah sekali untuk mendapatkan data sehingga kami bisa melakukan penelusuran, membutuhkan waktu agak lama sampai akhirnya kami melakukan sendiri kriteria sampling yang meluas walaupun akhirnya keluar 133 (obat sirop) yang aman,” ungkapnya.
Baca Juga: Dinkes Kota Tangerang: Orangtua Tak Perlu Takut Anak Demam karena Imunisasi Dasar
Namun, hingga saat ini kasus gagal ginjal akut progresif atipikal belum bisa disimpulkan apakah disebabkan oleh konsumsi obat.
“Klausul relationship-nya terhadap semua peristiwa kematian itu kaitannya dengan obat, saya kira belum bisa disimpulkan. Karena jangan sampai kita menyimpulkan dengan tiba-tiba sehingga kita terlewat hal-hal penting lainnya, hanya menyalahkan pada obat tapi hal-hal penting lainnya tidak kita eksplorasi lebih jauh lagi. Jadi mungkin lebih kehati-hatian bersama,” tuturnya.
Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zullies Ikawati juga menyarankan, agar para orang tua membiasakan mencatat nama dan tanggal obat yang dikonsumsi anak, guna memudahkan dalam pemeriksaan jika anak sakit.
“Mulai biasakan mencatat obat yang diminum anak kita, mereknya apa, kapan diminumnya, karena nanti jika ada suatu kejadian yang tidak diinginkan dan diduga karena obat maka catatannya ada,” kata Zulies dalam diskusi virtual "IDI Menjawab", seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/10/2022).
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan masih melakukan penelitian lebih lanjut terkait dugaan obat sirop dengan kandungan Etilen Glikol (EG) dan Ditilen Glikol (DEG) yang menjadi penyebab lonjakan signifikan pada kasus gagal ginjal akut pada anak.
Baca Juga: Epidemiolog: 1,7 Juta Orang Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut Per Tahun
Namun, dari sebagian pasien gagal ginjal akut, Kemenkes menemukan bahwa pasien anak tersebut mengonsumsi obat dengan kandungan EG dan DEG. Di sisi lain, ada juga orang tua yang mengaku bahwa anaknya yang menderita gagal ginjal akut tidak mengonsumsi obat sirop yang terdapat kandungan EG dan DEG.
“Maka catatlah obat yang diminum karena memudahkan kita menelusuri. Kadang-kadang ketika ditanya suka lupa dan sudah dibuang obatnya. Ini momentum kita aware dan peduli pada obat yang diminum,” ujar Zullies.
Ia juga meminta orang tua tidak berlebihan dalam memberikan multi vitamin kepada anak, termasuk vitamin yang berbentuk sirop.
Menurutnya, vitamin merupakan suplemen tambahan yang hanya diberikan jika tubuh kekurangan vitamin tersebut. Penambahan vitamin pun juga tidak harus dari vitamin, namun bisa mengandalkan sayur dan buah.
“Kalau makannya sudah bergizi apalagi bayi masih ASI, itu tidak perlu diberikan vitamin, bisa diperoleh dari bahan alami juga seperti buah dan sayur. Kalau memang tidak sangat krusial dan dalam kondisi biasa, tidak harus tiap hari minum multi vitamin sirop,” tutur Zullies.
Baca Juga: Dinkes DKI: Orang Tua Cek Frekuensi BAK Anak 7-14 Hari Setelah Mulai Demam
Mengurangi konsumsi obat sirup juga bisa dilakukan dengan memberikan obat puyer kepada anak. Ia menuturkan bahwa obat puyer biasanya sudah diberi pemanis agar anak tidak terlalu merasakan pahit ketika mengonsumsinya.
Orang tua juga bisa menambahkan sedikit air gula atau madu agar anak-anak mau mengonsumsi obat puyer.
“Kalau mau ditambah dengan air gula tidak apa-apa karena tidak berdampak terlalu signifikan. Susu juga bisa tapi harus dilihat dulu obatnya berinteraksi dengan susu,” ujarnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.