JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah saat ini dalam proses mendatangkan obat penawar untuk anak-anak yang terkena gagal ginjal. Kementerian Kesehatan menyatakan, sudah memesan sekitar 200 obat penawar atau antidotum Fomepizole dari 4 negara. Yaitu Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang.
Dari jumlah ratusan yang dipesan, baru 42 vial Fomepizole yang diterima Kemenkes. 26 dari Singapura dan 16 dari Australia. Antidotum itu segera didistribusikan ke sejumlah rumah sakit milik pemerintah (RSUP) di berbagai daerah.
Kompas TV sudah menghubungi Juru Bicara Kemenkes M Syahril, pada Kamis (27/10/2022), untuk menanyakan mekanisme pembagian Fomepizole ke RSUP di daerah dan memperjelas kriteria pasien seperti apa yang akan mendapatkan Fomepizole, namun sampai tulisan ini dibuat belum ada jawaban dari Syahril.
Salah satu RSUP yang sudah menerima Fomepizole adalah RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Lewat konferensi virtual pada Selasa (25/10), Syahril mengungkap antidotum itu sudah diberikan kepada 10 dari 11 pasien anak yang dirawat di RSCM, sebagai rumah sakit rujukan nasional penyakit ginjal.
"Yang diberikan obat adalah pasien yang sudah menunjukkan gejala gangguan ginjal yang diduga karena keracunan. Contohnya, pengurangan frekuensi buang air kecil dan jumlahnya juga berkurang," kata Syahril.
Ia menerangkan, kondisi anak-anak yang diberikan Fomepizole semakin membaik. Indikatornya adalah peningkatan ureum kreatinin lebih dari 1,5 kali atau naik senilai 0,3 mg/dL, pemeriksaan USG didapatkan bentuk dan ukuran ginjal normal, tidak ada kelainan seperti batu, kista, atau massa.
Baca Juga: Dinkes Kota Tangerang: Orangtua Tak Perlu Takut Anak Demam karena Imunisasi Dasar
Volume urine juga sudah kembali normal serta gejala lainnya yang mulai berkurang.
"Bahkan hasil uji laboratorium, kandungan etilen glikol (EG) pada pasien yang keracunan tidak terdeteksi lagi," kata Syahril.
Obat penawar Fomepizole tidak secara terus-menerus diberikan kepada pasien. Jika pasien dinyatakan pulih, selanjutnya pemberian obat Fomepizole distop.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menyatakan, Fomepizole sebenarnya bukanlah obat khusus untuk mengobati gagal ginjal akut. Fomepizole adalah obat antidotum atau penawar racun Etilen Glikol (EG).
“Perlu dijelaskan di sini, Fomepizole bukanlah obat yang secara khusus untuk gagal ginjal akut, tetapi obat penawar keracunan etilen glikol. Ia juga bisa digunakan sebagai obat penawar keracunan metanol,” kata Zullies kepada media, Rabu (26/10).
Baca Juga: Dinkes DKI: Orang Tua Cek Frekuensi BAK Anak 7-14 Hari Setelah Mulai Demam
Zullies memaparkan, ketika Etilen Glikol masuk ke dalam tubuh, ia akan dengan cepat diserap oleh saluran cerna, dan akan dimetabolisir menjadi senyawa yang lebih beracun, seperti Asam Glikolat, Asam Glikoksilat, dan Asam Oksalat.
Senyawa-senyawa itu dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada organ tubuh. Yang paling berkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut adalah asam oksalat, yang akan mengikat kalsium dalam tubuh menjadi kristal kalsium oksalat yang akan merusak ginjal.
Perubahan Etilen Glikol menjadi senyawa toksiknya diperantarai oleh enzim Alcohol Dehydrogenase (ADH). Fomepizole inilah yang bekerja menghambat enzim Alcohol Dehydrogenase.
“Jadi obat ini baru akan efektif jika gagal ginjal akutnya benar-benar karena keracunan Etilen Glikol. Kalau bukan karena itu ya obat ini tidak akan bekerja karena tidak ada targetnya. Jika tidak (cemaran EG/DEG), maka tidak ada gunanya,” ucapnya.
Zullies menekankan, penggunaan Fomepizole juga harus dilakukan di waktu yang tepat. Karena perubahan Etilen Glikol menjadi metabolitnya bisa terjadi dalam waktu yang sangat bervariasi tiap orang, dari 30 menit sampai 72 jam.
Jika diberikan pada kondisi yang sudah terlalu lama sejak paparan, maka hampir semua Etilen Glikol mungkin sudah berubah menjadi metabolit toksiknya, sehingga mungkin obat tidak lagi berguna.
Baca Juga: Epidemiolog: 1,7 Juta Orang Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut Per Tahun
“Tetapi jika diberikan pada saat yang tepat dan kondisi yang tepat, mungkin akan bermanfaat,” sebutnya.
Dari keterangan Syahril dan Zullies di atas, bisa disimpulkan jika pemberian Fomepizole kepada pasien ditentukan sepenuhnya oleh dokter yang merawat, berdasarkan kondisi tiap pasien yang berbeda-beda. Obat penawar Fomepizole juga termasuk obat langka yang sudah pasti tidak dijual bebas.
Harganya juga sangat mahal, Rp16 juta per vial yang digunakan untuk 1 orang. Lantas, upaya penyembuhan apa yang dilakukan rumah sakit lain yang belum mendapat Fomepizole?
Tim dokter di RSUP Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil menyembuhkan empat pasien gagal ginjal akut tanpa Fomepizole.
"Pasien yang sembuh dan yang masih dirawat tidak ada yang mendapatkan Fomepizole atau antidotum. Antidotum ini belum sampai ke sini (RSUP Dr Sardjito)," ungkap Dokter spesialis anak RSUP Dr Sardjito Kristia Hermawan dalam konferensi pers, Selasa (25/10).
Pada kesempatan yang sama, dokter spesialis anak RSUP Dr Sardjito Retno Palupi mengatakan, pengobatan yang dilakukan pada empat pasien sembuh ini berupa pengobatan suportif sampai terapi dialisis dengan mesin maupun peritoneal dialisis.
Baca Juga: Produsen Unibebi Obat Sirup Mengaku Tak Tahu Ada Etilen Glikol di Produknya
Retno menerangkan, indikator kesembuhan pada pasien gagal ginjal akut adalah fungsi ginjalnya sudah membaik. Retno menyebut empat pasien yang dinyatakan sembuh ini saat masuk ke RSUP Dr Sardjito dalam kategori kerusakan ginjal stadium tiga.
"Pasien yang sembuh ini saat masuk sudah dalam kategori tiga. Selain gagal ginjal juga ada gangguan organ lain seperti hati. Namun empat pasien ini tidak ada permasalahan pada darah. Beberapa pasien yang meninggal mengalami gangguan pendarahan," ucapnya.
Ada juga cerita dari seorang balita di Bali yang harus cuci darah sebanyak 7 kali, hingga akhirnya dinyatakan sembuh dari gagal ginjal akut. Balita tersebut bernama Ida Bagus Made Satya Prawira, tadinya dirawat di RSUP Prof Ngoerah, Denpasar.
Ibu dari Bagus Satya, Ni Kadek Erin Elsayani (27) menceritakan semula anaknya mengalami demam hingga sempat kesulitan kencing dan hanya keluar 3 tetes.
"Awalnya demam dan panasnya naik turun. Dia juga tidak kencing seharian sampai akhirnya saya tawarin untuk kencing tapi enggak mau, sampai dia nangis-nangis. Lalu akhirnya mau kencing, tapi waktu itu yang keluar cuma 3 tetes," cerita Erin kepada wartawan pada awal pekan ini.
Bagus Satya juga sempat muntah-muntah meski belum mengonsumsi makanan sama sekali. Ia awalnya dibawa ke RS Puri Bunda Denpasar pada 12 September 2022, kemudian Bagus Satya dirujuk ke RSUP Prof Ngoerah pada 13 September 2022.
Baca Juga: 10 Pasien Gagal Ginjal di RSCM Diberikan Obat Penawar Fomepizole, Kondisinya Mulai Membaik
Ia dirawat di ruang Intermediate RSUP Prof Ngoerah hingga 4 Oktober 2022. Selama perawatan tersebut, total 7 kali cuci darah yang telah dilakukan.
"Pascasembuh ini Satya sudah nggak mengkonsumsi obat lagi. Cuma memang harus dikontrol kencingnya. Kalau sekarang kondisi kencingnya sudah membaik, kadang-kadang satu atau dua jam sekali dia kencing," tutur Erin.
"Ini saja masih tetap saya takar kencingnya, walaupun dokter sudah bilang dia membaik. Ke depannya juga kalau anak saya sakit, saya tidak akan tunda-tunda lagi ke dokter, mending langsung saja," katanya.
Jika masyarakat sudah telanjur mengonsumsi obat yang mengandung zat Etilen Glikol (EG), Zullies Ikawati menyarankan sebaiknya banyak minum air putih.
“Saya kira meminum air putih yang banyak mempercepat eliminasi pembuangan. Air itu nanti menggelontorkan dan juga mengencerkan sehingga kadar yang berbahaya menjadi berkurang sambil tetap dipantau apakah ada gejala,” kata Zullies dalam diskusi virtual “IDI Menjawab”, seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/10/2022).
Ia menjelaskan, Etilen Glikol (EG) dan Ditilen Glikol (DEG) merupakan suatu cairan bening, tak berwarna dan tak berbau yang biasa digunakan untuk industri mesin. Senyawa tersebut kerap digunakan sebagai zat antibeku untuk penggunaan pada radiator dan merupakan senyawa yang bersifat toksik atau beracun.
Baca Juga: Waspada Gagal Ginjal Akut, Orangtua Sebaiknya Catat Jenis dan Tanggal Obat yang Diminum Anak
Di sisi lain, penggunaan EG dan DEG dalam obat tidak dapat sepenuhnya dihindari. Lantaran EG dan DEG bisa menjadi salah satu bahan untuk membentuk bahan pelarut pada obat sirup. Tapi ada aturannya, yakni penggunaan EG dan DEG pada pelarut hanya diperbolehkan dengan kadar di bawah 0,1 persen.
“Pelarut yang lazim dan diperbolehkan contohnya propylene glycol, glycerin, dan polyethylene glycol. Namun bahan tersebut tidak bisa pure 100 persen sehingga dalam pembuatan mengandung bahan cemaran dengan ambang batas yang diperbolehkan,” jelasnya.
Saat masuk ke dalam tubuh, senyawa EG dan DEG tidak serta merta langsung menyerang ginjal manusia. Namun ada proses metabolik yang mengubah EG dan DEG menjadi senyawa toksik asam oksalat, yang akhirnya menyerang ginjal.
“Ketika dia (asam oksalat) berikatan dengan kalsium membentuk kalsium oksalat akan menyumbat dan merusak kerja ginjal,” katanya.
Zullies melanjutkan, proses pembentukan asam oksalat berbeda-beda pada setiap manusia karena bergantung pada produksi enzim dalam tubuh dan tingkat metabolisme.
Ketika produksi enzim dan aktivitasnya banyak, maka akan mempermudah terbentuknya matabolit. Namun jika produksi enzim sedikit dan tingkat metabolisme rendah, maka metabolit EG dan DEG tidak terbentuk dan lebih aman dari potensi gagal ginjal akut. Untuk itulah minum banyak air putih juga bisa membantu meluruhkan zat tersebut dari dalam tubuh.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.