JAKARTA, KOMPAS.TV- Kuasa Hukum Brigjen Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, berharap hakim paham bahwa ada rekayasa yang dibuat Ferdy Sambo dengan kapasitasnya sebagai Kadiv Propam Polri untuk memerintahkan anak buahnya dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Sehingga di persidangan tidak terjadi separuh kebenaran yang lebih buruk dari semua kebohongan.
Demikian Kuasa Hukum Brigjen Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat dalam keterangannya di Program Satu Meja KOMPAS TV, Rabu (27/10/2022).
“Hakim harus memperhatikan itu (ada rekayasa yang dibuat Ferdy Sambo -red), jangan sampai terjadi separuh kebenaran di persidangan, karena separuh kebenaran itu menurut saya lebih buruk dari seluruh kebohongan,” ucap Henry Yosodiningrat.
“Akibatnya dihukumlah orang yang tidak bersalah, dihukumnya orang tidak bersalah menjadi urusan dari semua orang yang berpikir.”
Baca Juga: JPU Bongkar Peran Hendra Kurniawan yang Sapu Bersih Jejak Digital Kejahatan Ferdy Sambo
Dalam perkara ini, lanjut Henry Yosodiningrat, Ferdy Sambo sudah mengakui bahwa perintah yang diberikannya kepada Hendra Kurniawan Dkk adalah rekayasa.
Selain itu, Henry Yosodiningrat menambahkan Brigjen Hendra Kurniawan Dkk tidak tahu bahwa perintah itu adalah rekayasa Ferdy Sambo.
“Mereka mengikuti itu karena berdasarkan cerita Sambo yang menurut cerita, rekayasa. Mereka tidak tahu bahwa itu rekayasa,” ujar Henry Yosodiningrat.
Buntut rekayasa Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Arif Rachman, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria Adi Purnama, Irfan Widyanto (masing-masing dalam berkas perkara terpisah) dianggap terlibat dalam perbuatan melawan hukum pada rentang waktu 9-14 Juli 2022.
Atas perbuatannya, Hendra Kurniawan Dkk didakwa dengan pasal primair.
Baca Juga: Hendra Kurniawan Rogoh Uang dari Saku Pribadi Rp300 Juta Sewa Jet demi Perintah Ferdy Sambo
Pertama, Primair: Pasal 49 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair: Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Kedua Primair: Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair: Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 49 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU 19 Tahun 2016 merupakan perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 berbunyi: “Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas perbuatan mengganggu kinerja sistem elektronik.”
Baca Juga: Pihak Putri Candrawathi Kekeuh Ada Dugaan Pelecehan Seksual, Febri: Ada 4 Bukti yang Mendukung
Pernyataan itu dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang dakwaan terhadap terdakwa Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
“Perbuatan Terdakwa Hendra Kurniawan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 jo pasal 33 Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” ucap Jaksa.
Jaksa menganggap, Terdakwa Hendra Kurniawan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Arif Rachman, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria Adi Purnama, Irfan Widyanto (masing-masing dalam berkas perkara terpisah) terlibat dalam perbuatan melawan hukum pada rentang waktu 9-14 Juli 2022.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.