MALANG, KOMPAS.TV - Polri membeberkan kronologi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menewaskan korban jiwa sebanyak 131 orang usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022).
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membeberkan pada 12 September 2022, panitia pelaksana Arema FC mengirimkan surat kepada Polres Malang terkait laga yang dimulai pukul 20.00 WIB itu.
Baca Juga: Ketika Presiden Jokowi Tak Salami Kapolri di Acara HUT TNI ke-77, Ada Apa?
"Polres Malang menanggapi surat secara resmi untuk mengubah jadwal pelaksanaan menjadi pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan keamanan," kata Listyo dalam jumpa pers di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (7/10/2022).
Namun, permintaan itu ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB). Alasannya, jika waktu pertandingan digeser, maka akan ada sejumlah konsekuensi yang harus ditanggung seperti pembayaran ganti rugi.
Kemudian, Kapolri melanjutkan, Polres Malang mulai melakukan persiapan pengamanan. Sejumlah rapat koordinasi pun digelar.
Selain itu, Polres Malang juga menambah personel pada laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Dari semula 1.073 personel menjadi 2.034 personel.
Baca Juga: Hasil Penelusuran Komnas HAM: Kerusuhan di Kanjuruhan Bukan karena Suporter Masuk ke Lapangan
"Kemudian, dalam rakor tersebut juga disepakati khusus untuk suporter yang hadir hanya dari Aremania," ujar Kapolri.
Pertandingan yang berjalan pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB hingga selesai tersebut berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu.
Proses pertandingan berjalan lancar, namun saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter terkait hasil kekalahan tersebut.
Muncul beberapa penonton yang masuk ke lapangan. Kemudian tim melakukan pengamanan khususnya kepada ofisial dan pemain Persebaya Surabaya menggunakan empat unit kendaraan taktis barakuda.
Baca Juga: Komnas HAM Sebut Ada Indikasi Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan di Malang
"Proses evakuasi berjalan cukup lama, hampir satu jam, sempat terjadi kendala dan hambatan karena memang terjadi penghadangan," ujar Kapolri.
"Namun demikian semua bisa berjalan lancar dan evakuasi saat itu dipimpin Kapolres Malang."
Namun, pada saat bersamaan juga semakin banyak penonton yang turun ke lapangan, sehingga akhirnya anggota yang bertugas mulai melakukan penggunaan kekuatan.
"Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC Adilson Maringa," ujarnya.
Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Ternyata Hanya Ada 2 Pintu yang Terbuka Saat Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Dengan semakin bertambahnya penonton yang masuk ke lapangan, beberapa personel kepolisian menembakkan gas air mata.
Tembakan itu mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun menjadi panik dan berusaha meninggalkan Stadion Kanjuruhan.
Penonton yang berusaha keluar, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 mengalami kendala.
Sebab, pintu yang terbuka hanya kurang lebih selebar 1,5 meter. Kemudian, para penjaga pintu juga tidak berada di tempat.
Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar itu hampir 20 menit.
Baca Juga: Ini Arti dari Simbol 1312 dan Slogan ACAB yang Bermunculan Sejak Tragedi Kanjuruhan
Akibat berdesakan ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher.
"Sebagian besar yang meninggal dunia mengalami asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang," kata Listyo Sigit.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 131 orang.
Sementara korban lainnya sebanyak 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat.
Baca Juga: 6 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Ada Nama Direktur PT LIB
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.