“Ada situasi politik organisasi di mana saya harus menyingkir,” katanya.
Nugroho menyebut kekacauan di Kanjuruhan sebenarnya bisa dikalkulasi, diprediksi, kemudian dimitigasi. Ia pun menyesalkan bagaimana tragedi sebesar itu bisa terjadi.
Baca Juga: Semua Pengurus PSSI Diminta Mundur, Respek terhadap Korban Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan
Mengenai peristiwa di Kanjuruhan, Nugroho mengaku hanya bisa berkomentar secara normatif karena tidak berada di lokasi kejadian.
Ia menyoroti tiga poin yang mesti ada dalam penyelenggaraan pertandingan yang mesti disinkronisasi.
“Poin yang kesatu adalah kesamaan persepsi pengamanan di antara semua stakeholder. Yang kedua adalah kondisi infrastruktur, ini harus dilakukan assessment. Yang ketiga adalah supporter behaviour itu sendiri yang harus kita engineering,” kata Nugroho.
“Ketiga aspek ini harus tersinkronisasi, dan ketika kita melakukan penilaian risiko atau risk assessment, kita akan menghasilkan sebuah rencana pengamanan yang disetujui bersama, jadi suatu agreed behaviour and procedure,” lanjutnya.
Nugroho menduga sinkronisasi tiga hal tersebut kemungkinan tidak terjadi di Stadion Kanjuruhan. Menurutnya, kesamaan persepsi antara pihak berwenang dalam pengamanan pertandingan sepakbola belum tercapai di Indonesia.
Baca Juga: Kisah Korban Tragedi Kanjuruhan: Dibonceng Sahabat ke Stadion, Diantar Pulang tanpa Nyawa
Sebelum ditunjuk sebagai anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Nugroho menyebut investigasi peristiwa ini mestinya dilakukan badan independen, bukan PSSI.
“Bagi saya satu orang (tewas) saja sudah luar biasa apalagi ini sampai 100 orang lebih. Jadi harus badan yang lebih tinggi atau independen,” kata Nugroho.
Berikut daftar anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang diumumkan Menko Polhukan Mahfud MD pada Senin (3/10) sore.
Anggota TGIPF:
Baca Juga: Pemerintah Bentuk Tim Pencari Fakta Usut Tuntas Kasus Tragedi Stadion Kanjuruhan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.