JAKARTA, KOMPAS.TV - Pertandingan Liga I yang mempertemukan Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 Oktober 2022 menimbulkan luka mendalam.
Pasalnya, selepas pertandingan itu banyak suporter Aremania menjadi korban tewas karena diduga terpapar gas air mata yang ditembakkan oleh polisi setelah sempat terjadi kericuhan di dalam stadion.
Baca Juga: Pengamat: Pengamanan Sepak Bola Berbeda dengan Pengamanan Demo, Tak Boleh Ada Gas Air Mata
Menanggapi kejadian tersebut, kelompok yang menamakan diri Blok Politik Pelajar membuat petisi di laman Change.org mendesak pihak kepolisian untuk menghentikan atau menyetop penggunaan gas air mata.
"Stop Penggunaan Gas Air Mata atau #RefuseTearGas adalah desakan Publik kepada otoritas keamanan Republik Indonesia untuk tidak menggunakan gas air mata dalam menangani massa," tulis petisi itu yang dikutip pada Senin (3/10/2022).
"Sertai penolakan-mu dengan mendatangani petisi ini!"
Terkait penggunaan gas air mata itu, kelompok Blok Politik Pelajar bersama publik menuntut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam, Kapolri, Ketua Komisi III DPR dan Direktur Utama PT Pindad untuk tidak memproduksi, memperjualbelikan dan menggunakan gas air mata.
Baca Juga: Gas Air Mata dan Air Mata yang Berjatuhan dalam Tragedi Kanjuruhan
"Apalagi diperuntukkan sebagai senjata penanganan massa," katanya.
Mereka menjelaskan alasannya menolak penggunaan gas air mata untuk penanganan massa karena efek yang ditimbulkan berbahaya bagi seseorang yang terkena atau terpapar.
Gas air mata akan menyebabkan mata pedih, rasa panas dan berair di mata, kesulitan bernapas, nyeri dada, air liur berlebihan, dan iritasi kulit, serta dapat menyebabkan muntah.
"Dampaknya akan dirasa pada detik ke-20 hingga 30 setelah terpapar gas air mata, tetapi mereda sekitar 10 menit kemudian jika orang tersebut berada di area yang tak terkena gas atau ruangan terbuka," penjelasan dari petisi itu.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Polri Bakal Dalami Penggunaan Gas Air Mata
Polri disebutkan selama ini berdalih penggunaan gas air mata untuk menangani massa sudah tepat dan terukur. Padahal, kenyataaannya di lapangan menunjukan sebaliknya.
"Pengunaannya acap kali tidak pada tempat dan waktunya, cenderung serampangan," ucapnya.
Mereka mencontohkan tiga balita yang jadi korban gas air mata ketika polisi berupaya membubarkan demonstrasi mahasiswa di depan Kampus I Universitas Khairun, Ternate, April 2022 lalu.
Kemudian, demonstran di Jawa Timur yang terkena proyektil gas air mata pada demonstrasi tahun 2020 lalu.
Baca Juga: Pakar Kesehatan Sebut Gas Air Mata Membuat Iritasi pada Mata & Pernapasan, Berikut Selengkapnya!
Terbaru, penggunaan gas air mata di stadion Kanjuruhan, Malang, berakibat pada kematian 174 orang. Lalu, ratusan lainnya yang jadi koban luka ringan hingga berat.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan peneliti di Universitas Toronto, mereka menjelaskan bahwa penggunan gas air mata berbahaya karena dinilai menyebabkan kerusakan fungsi organ kesehetan akibat kandungan kimia dalam gas air mata.
Adapun salah satu bahan kimia yang berbahaya adalah CS Gas (2-chlorobenzylidine) yang mana membuat rasa terbakar pada mata, hidung dan tenggorokan. Pernapasan pun jadi sulit akibat menghirupnya.
Karena itu, para peneliti tersebut menyarankan agar pemerintah menghentikan penggunaan gas air mata dalam prosedur pengendalian massa.
Baca Juga: Disorot dalam Tragedi Kanjuruhan, Ini Kandungan dan Bahaya Paparan Gas Air Mata Menurut Dokter Paru
Peneliti dan aktivis hak asasi manusia juga memandang gas air mata melanggar kebebasan. Bahkan Amnesty Internasional menyimpulkan pengguna gas air mata dalam kasus tertentu masuk kategori penyiksaan.
"Penggunaan gas air mata dalam rangka membubarkan massa yang tengah menyampaikan pendapat di muka umum (demonstrasi) bentuk penyalahgunaan hukum yang terlalu lama dibiarkan," katanya.
"Kebebasan berpendapat perlu dijamin tanpa perlu memakai gas air mata."
Hingga berita ini ditulis, petisi berjudul 'Kepolisian Harus Stop Penggunaan Gas Air Mata!' sudah ditandatangani lebih dari lima ribu orang atau 5.378 tanda tangan.
Baca Juga: Polisi Tembakkan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan, Dampak Gas Air Mata: Batuk bahkan Kematian
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.