BLITAR, KOMPAS.TV - Adeva Diak Febrian (17), warga Blitar yang berada di Stadion Kanjuruhan saat kericuhan terjadi pada Sabtu (1/10/2022) malam, mengisahkan kengerian yang dirasakannya.
Ia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri sahabat sekaligus sepupunya, Andika Bayu Pradana (17), tewas dalam tragedi pilu itu.
Adeva bercerita ia dan Andika berboncengan berdua dari Blitar ke Malang untuk menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan. Tapi, Andika pulang dalam keadaan sudah tidak bernyawa.
Jenazah Andika tiba di rumah duka pada Minggu (2/10/2022) pukul 09.30 WIB.
Adeva lantas menceritakan awal mula tragedi Kanjuruhan, serta bagaimana mereka datang ke stadion meski waktu itu tidak memegang tiket pertandingan.
"Saya berangkat berdua dengan korban naik sepeda motor dari Blitar ke Malang," cerita Adeva ditemui saat pemakaman jenazah Andika di Tempat Pemakaman Umum Desa Ngoran, Nglegok, Kabupaten Blitar, Minggu.
"Berangkat dari Blitar sekitar pukul 16.00 WIB dan sampai Malang hampir pukul 20.00 WIB," lanjutnya.
Baca Juga: Potret Ibu yang Kehilangan Putrinya dalam Tragedi Kanjuruhan, Sang Anak Pamit Mau Nonton Arema
Baca Juga: Gas Air Mata Picu Ratusan Kematian di Lima 1964 dan Accra 2001, Polisi di Kanjuruhan Mengulanginya
Adeva mengisahkan, ketika sampai di Kanjuruhan, ia dan almarhum Andika tidak bisa masuk stadion karena belum punya tiket.
“Kami belum punya tiket, beli tiket di stadion sudah sulit. Kami melihat di luar stadion. Di sana juga ketemu teman-teman korban dari Kanigoro (Kabupaten Blitar)," ujarnya.
Ketika pertandingan akan berakhir, tutur Adeva, ada pintu kosong yang bisa digunakan untuk masuk stadion tanpa karcis.
Ia bersama Andika dan suporter lainnya berusaha masuk lewat pintu tersebut. Keduanya juga tidak tahu kalau di dalam stadion sudah terjadi kerusuhan dan gas air mata.
"Korban berada di depan dan langsung lari masuk ke dalam. Ternyata di dalam sudah terjadi kerusuhan dan ada gas air mata. Saya nyusul masuk, tapi sudah tidak bisa. Saya balik keluar. Kondisi orang sangat banyak," ujar Adeva.
Adeva mengaku juga sempat terinjak-injak penonton saat berusaha masuk ke dalam stadion.
Maka itu, ia tidak jadi masuk dan memilih kembali ke luar stadion.
Saat menunggu di luar, Adeva melihat tubuh sepupunya, Andika, dibopong ke luar stadion oleh orang lain dan dibawa ke rumah sakit.
"Saya mengikuti korban dibawa ke RS Wava Husada. Sampai RS, saya mencari korban dan ternyata korban sudah tidak ada (meninggal)," paparnya.
Lantas, ia pun menelepon keluarganya dan mengabarkan kondisi mereka berdua, serta sepupunya yang sudah meninggal dunia.
"Saya langsung menelepon teman di rumah untuk memberi tahu keluarga," ujarnya.
Andika merupakan satu dari sedikitnya 174 korban jiwa dalam tragedi paling memilukan dalam sejarah sepak bola Indonesia tersebut.
Seperti diberitakan KOMPAS.TV sebelummya, kericuhan suporter terjadi dalam laga Liga 1 2022-23 pekan ke-11 antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Para suporter Arema FC yang kecewa dengan kekalahan timnya, masuk ke lapangan usai laga bubar.
Pihak kepolisian dan keamanan pertandingan mencoba membubarkan massa. Namun, polisi mencoba mengendalikan massa dengan menembakkan gas air mata, sesuatu yang jelas-jelas dilarang FIFA.
Akibatnya, massa di tribun panik karena efek gas air mata dan berdesak-desakan keluar dari stadion.
Menurut laporan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, per Minggu (2/10) siang, sebanyak 174 korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan.
Sumber : Tribun Jatim
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.