Kompas TV nasional budaya

Pameran Ajur Ajer

Kompas.tv - 23 September 2022, 03:05 WIB
pameran-ajur-ajer
Pameran Ajur Ajer merupakan pameran bersama 26 seniman yang dulunya pernah berpameran di Bentara Budaya Yogyakarta. (Sumber: Dok Bentara Budaya)
Penulis : Redaksi Kompas TV | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Empat puluh tahun bukanlah waktu yang pendek bagi sebuah lembaga yang mengurusi seni budaya. Dalam perjalanan panjang tersebut tentu banyak dinamika yang telah terjadi, dan empat puluh tahun akan dilewati Bentara Budaya, sebuah lembaga yang mengurusi seni budaya di bawah naungan Kompas Gramedia.

Empat puluh tahun lalu Sindhunata, wartawan Kompas menemui Jakob Oetama untuk menyampaikan pemikiran tentang lembaga yang akan mengurusi seni budaya yang kemudian diberi nama Bentara Budaya oleh Jakob Oetama, pimpinan Kompas Gramedia.

Lahir di Yogyakarta pada 26 September 1982, Bentara Budaya kemudian tumbuh di Jakarta, Solo dan Bali. Dinamika seni budaya memang tidak sepenuhnya milik Bentara Budaya, namun langkah Bentara Budaya layaknya goresan kata pada kalimat yang tak sepenuhnya terucap seandainya kata tersebut hilang.

Empat puluh tahun sebuah perjalanan yang harus dimaknai sebagai satu keberlanjutan dari titik awal di Yogyakarta, dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru Nusantara.

Awal 80-an merupakan titik pijak bagi Bentara Budaya, hadir di Yogyakarta dan Jakarta merupakan pilihan yang rasional. Yogyakarta merupakan kota bertemunya berbagai manusia, dan budaya. Di Yogyakarta pertemuan menjadi sebuah persaudaraan, buah pemikiran dan karya lahir di kota ini.

Beragam seni budaya berkembang dan tumbuh di kota kerajaan Jawa, dan dinamika yang awalnya dari satu dua sudut kota menjelma dan berdiaspora di seluruh penjuru kota, bahkan kini bermunculan di pinggiran kota berbagai kelompok seni budaya, baik seni rupa, sastra, teater, musik dsb.

Bentara Budaya Yogyakarta berada di tengah kota, berawal di Jl Sudirman, dan menyatu dengan TB Gramedia. Kemudian di awal 90-an berpindah di Jl Suroto 2 Kotabaru, satu halaman dengan Kompas.

Dari Jl Suroto inilah ruang Bentara Budaya Yogyakarta membuka diri bagi para seniman
untuk menampilkan karya-karya mereka. Dari sekian karya seni yang dihadirkan sebagian besar merupakan karya seni rupa. Di Jl Suroto inilah para seniman dari era Djoko Pekik sampai era Teresia Sitompul pernah menampilkan karya mereka, dan tidak sedikit menjadi titik balik bagi para perupa untuk lebih dikenal publik luas, serta menjadi awal untuk memasuki babak baru dalam berkesenian.

Pameran Ajur Ajer merupakan pameran bersama 26 seniman yang dulunya pernah berpameran di Bentara Budaya Yogyakarta. Ajur Ajer merupakan istilah Jawa yang memiliki arti kebersamaan, melebur menjadi satu. Itulah yang coba dijalani Bentara Budaya Yogyakarta sekian lama bersama kawan-kawan seniman di Yogyakarta.

Kebiasaan ini terus menerus dijaga Bentara Budaya Yogyakarta, tanpa kehadiran para seniman tentu saja Bentara Budaya Yogyakarta tidak memiliki makna akan kehadirannya di Yogyakarta. Kebersamaan
itulah yang coba dihadirkan dalam pameran yang berlangsung dari tanggal 22 September 2022 sampai 2 Oktober 2022 di Bentara Budaya Yogyakarta. Pameran akan dibuka setiap hari mulai pukul 10.00 s.d pukul 21.00 WIB.

Biodata Singkat Perupa

Andre Tanama

Lahir tahun 1982 di Yogyakarta, menyelesaikan pendidikannya di ISI Yogyakarta. Saat ini Andre Tanama menjadi staf pengajar di FSRD ISI Yogyakarta. Andre lebih dikenal sebagai seorang pengrafis, dan pernah memenangkan lomba Trienal Grafis yang diadakan oleh Bentara Budaya. Sejak mahasiswa sudah terlibat dalam berbagai pameran di berbagai kota.

Bambang Herras

Lahir tahun 1966 di Bojonegoro, setelah menyelesaikan SMA di Bojonegoro, Herras melanjutkan kuliah di ISI Yogyakarta. Saat ini Herras menetap di Yogya, dan melanjutkan kegiatan sebagai perupa. Bersama Yuswantoro Adi, dan Samuel Indratma dikenal sebagai Trio Kirik.

Bambang Pramudiyanto

Bambang Pramudiyanto lahir di Klaten, 10 September 1965. Pendidikan seninya diperoleh di Fakultas Seni Rupa, Jurusan Seni Lukis, STSRI ASRI Yogyakarta (1984-1989). Di tahun 1990, Pramudiyanto mengikuti pameran Worlds of Objects di Mon Decor Gallery Jakarta dan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) II hingga IV di Yogyakarta, Pameran Tunggal I "Cars" di Bentara Budaya Yogyakarta dan Pameran Tunggal II di Kanaka Gallery Bali, Pameran Tunggal III di Bentara Budaya Jakarta pada tahun 2001.

Bonaventura Gunawan

Gunawan merupakan lulusan Seni Rupa ISI Yogyakarta, tidak seperti kawan-kawannya yang langsung memilih jalan seniman, Gunawan lebih dulu menjadi pegawai di berbagai perusahaan lalu menjadi seorang pengusaha. Setelah itu Gunawan menekuni seni rupa terutama seni grafis, mengadakan pameran di beberapa kota seperti Yogya dan Solo.

Budi Ubrux

Ubrux lahir di Bantul tahun 1968, Ubrux sekolah di SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) Yogyakarta. Budi Ubrux merintis karier sebagai seniman dengan bekerja di Sanggar Seniman Merdeka, kemudian antara tahun 1995 – 2001 bekerja di diskotik SH, di Zurich, Swiss.

Sambil bekerja ia sempat berpameran tunggal di kota Baden. Sekitar tahun 1998 ia merintis lukisan koran. Pada tahun 2000, gaya lukisan korannya diikutkan pada kompetisi seni lukis Philip Morris Art Award dan berhasil menjadi juara umum. Semenjak itu Ubrux mulai dikenal sebagai pelukis koran.

Djoko Pekik

Djoko Pekik lahir pada 2 januari 1937 di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. Pendidikan formal bidang seni yang diterima Djoko adalah pada tahun 1957-1962 di Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogjakarta. Selain itu kemampuan awal Djoko Pekik melukis lebih banyak didapatkan dari Sanggar Bumi Tarung.

Melalui sanggar tersebut, lukisan milik Djoko Pekik termasuk dalam lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh LEKRA pada tahun 1964. Pada tahun 1965-1972, Djoko Pekik sempat menjadi tahanan politik karena hubungannya dengan LEKRA, yang diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia.

Sebelum tahun 1965, Djoko Pekik pernah beberapa kali menggelar pameran karyanya di Jakarta. Setelah menjadi tahanan politik, Djoko Pekik kemudian vakum sampai tahun 1990.

Dyan Anggraini

Dyan Anggraini mulai muncul di panggung seni rupa Indonesia pada paruh kedua tahun 1970-an. Ia alumnus Sekolah Tinggi Seni Rupa ASRI Yogyakarta. Antara tahun 1977-2017 Dyan ambil bagian dalam sekurangnya 141 pameran bersama di berbagai kota di Indonesia, juga di Singapura dan Malaysia.

Pameran tunggalnya yang pertama berlangsung tahun 1989, disusul pameran tunggal berikutnya pada 2003, 2004, 2005, 2007 dua kali, 2013 dan 2021. Sebelum purnatugas sebagai pegawai negeri, sempat menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Yogyakarta, 2004 – 2011.

Edi Sunaryo

Edi Sunaryo selain dikenal sebagai pelukis juga aktif membuat kaya grafis. Saat ini purnakarya dosen di Seni Grafis FSR ISI Yogyakarta. Edi Sunaryo lahir di Banyuwangi Jawa Timur 4 September 1951. Ia lulus S1 di STSRI ASRI Yogyakarta pada tahun 1980, dan S2 di FSRD ITB, Bandung tahun 1997, Edi Sunaryo aktif mengikuti berbagai pameran tingkat nasional dan internasional. Ia juga memperoleh penghargaan Pratisara Adi Karya tahun 1975 dan 1979.

Erica Hestu

Erica Hestu Wahyuni lahir di Yogyakarta tahun 1971. Dia melanjutkan studi melukisnya di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta dan Surikov Intitute of Art, Russia. Pada 1989, ia menerima penghargaan yaitu pada bidang Sketsa dan Lukisan Cat Air Terbaik, serta Lukisan Terbaik dalam merayakan Dies Natalis Institut Seni Indonesia, Yogyakarta yang ke-9 tahun 1993.

Pada 1995, Erica mengadakan Pameran tunggalnya di Purna Budaya yang pada saat itu dibuka oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Selain itu pada tahun 2000, Erica juga pernah diundang untuk turut ikut serta dalam pameran yang di adakan di Museum of Contemporary Art di Moskow, Russia.

Hadi Soesanto

Hadi Susanto atau Hadi Soesanto populer dengan sebutan Hasoe, dan masyarakat lebih
mengenalnya sebagai pimpinan Hasoe Angels, sebuah kelompok dangdut dengan penampilan baju yang menarik. Hasoe dulunya kuliah di ISI Yogyakarta, dan memiliki beberapa karya yang bagus.

Lelaki kelahiran Jember ini masih meluangkan waktu untuk berkarya, walau lebih sibuk dengan musik dangdut.

Hari Budiono

Melukis dan mengelola lembaga seni budaya dilakukan Hari Budiono selama puluhan tahun. Bersama dengan Sindhunata, dan Hermanu mengelola Bentara Budaya Yogyakarta, kemudian Hari Budiono mengelola Balai Soedjatmoko di Solo.

Di antara aktivitasnya di Bentara Budaya, Hari Budiono sempat menjadi wartawan di Harian Bernas Yogyakarta, dan Majalah Jakarta Jakarta.

Irwantho Lentho

Irwantho lahir di Sukoharjo tahun 1979. Melanjutkan kuliah di ISI Yogyakarta, Irwantho sejak kuliah lebih menekuni seni grafis, dan beberapa kali mengadakan pameran di berbagai kota.

Irwantho pernah memenangkan Trienal Grafis yang diadakan oleh Bentara Budaya. Irwantho terkenal dengan teknik cukil kayunya.

Ivan Sagita

Ivan Sagita lahir pada 13 Desember 1957, di Malang, Jawa Timur. Selama 1979-1985, Ivan mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kemudian pada 2003, Ivan mengikuti residensi di “Fellowship Artist in Resident-Vermont Studio Center” di Amerika.

Karya Ivan mulai dipamerkan pada tahun 1987 dalam 2 pameran bersama, yaitu “Biennale 7 Jakarta” dan “Biennale 1 Yogyakarta”. Pada tahun 1990, Karya Ivan pertama kali dipamerkan di luar negeri dalam “Painting Exhibition”, di beberapa negara Asia.

Pada tahun yang sama, karya Ivan juga dipamerkan dalam “KIAS Indonesian Modern Art Exhibition”,
yang diselenggarakan di beberapa tempat di Amerika.

Pameran tunggal Ivan pertama kali diadakan pada tahun 1988 di Duta Gallery Jakarta. Pameran tunggal Ivan lainnya adalah “Freezing the Time” (Australia, 2000), Pameran di Red Mills Gallery (Amerika, 2003), “Hidup Bermuatan Mati” (Jakarta, 2005), “Final Silence” (2011, Belanda), “they lay their heads on a soft place” (2014, Singapura), dan “11 Art Installations” (Swedia, 2015).

Lucia Hartini

Lucia Hartini lahir di Temanggung tahun 1958. Ia mulai aktif melukis sejak di Sekolah Seni Rupa Indonesia ( SSRI ) Yogyakarta. Lukisan - lukisannya yang cenderung bergaya surealisme ini menghasilkan fenomena yang ganjil tentang alam.

Dengan teknik realisme yang rinci, ia sering menampilkan gerak air, awan, planet-planet, dan objek-objek lainnya dalam aliran dan pusaran yang fantastis. Pelukis ini selain pernah mengadakan pameran tunggal juga aktif mengikuti pameran bersama tingkat lokal, nasional, dan internasional.

Melodia

Menjalani berbagai pendidikan seni lukis, seperti kursus di Sasana Olah Kesenian Kak Alex (SOKKA) pada tahun 1978-1979 di Jakarta, lalu berlanjut ke sekolah formal di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Jurusan Seni Murni, Program Studi Seni Lukis Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogyakarta) pada tahun 1985-1992.

Beberapa karya Melodia terpasang di Gedung Agung Yogyakarta. Melodia memiliki kecenderungan gaya melukis realis, sejak kecil Melodia sudah hidup dalam dunia kesenian, ayahnya seorang sastrawan dari Sumatra Barat. Melodia melanjutkan kuliah, dan hidup sebagai perupa di Yogyakarta.

Nasirun

Nasirun lahir pada 1 Oktober 1965 di Cilacap, Jawa Tengah. Selama 1987-1994, Nasirun mendapat pendidikan seni di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Rupa, Yogyakarta.

Pada tahun 1993 Nasirun mengadakan pameran tunggal pertamanya, yaitu di Mirota Kampus dan Cafe Solo, Yogyakarta. Pameran tunggal Nasirun lainnya adalah “Ngono Yo Ngono, Mung Ojo Ngono”, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (1999); Pameran Tunggal di Nadi Gallery, Jakarta (2002); “Salam Bekti”, di Sangkring Art Space, Yogyakarta (2009); “Uwuh Seni” di Salihara Gallery, Jakarta (2012); “Rubuh-Rubuh Gedhang” di Bentara Budaya Yogyakarta (2013); “The Breath of Nasirun: Metamorphosis of Tradition” di Mizuma Art Gallery, Tokyo, Jepang; dan ”RUN: Embracing Diversity", di UMY, Yogyakarta (2016).

Ong Harry Wahyu

Ong Harry lahir pada 22 Desember 1958. Merupakan visual artis dan art director. Ia merupakan penggerak seni komunitas di kampung seni Nitiprayan. Karya-karyanya dikenal dengan gaya lawasan atau retro. Walaupun pernah dilarang orangtuanya untuk terjun di dunia seni, tetapi ia akhirnya terjun dan berkarya di bidang itu. Bermodal rasa suka dan kemampuan yang terpendam pada dirinya ia berhasil mewujudkan impian-impiannya di dunia seni rupa.

Dia datang ke Yogyakarta sekitar tahun 1979, setelah menamatkan sekolah menengah di
Madiun. Dengan tekad yang bulat akhirnya ia melanjutkan sekolah di ISI pada Jurusan Seni
Rupa. Karyanya kebanyakan berupa desain grafis.

Putu Sutawijaya

Putu Sutawijaya lahir pada 27 November 1970, di Tabanan, Bali. Selama 1987-1991, Putu mendapat pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa Denpasar Bali. Kemudian selama 1991-1998, Putu melanjutkan pendidikannya di Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Putu kemudian juga mengikuti beberapa residensi, antara lain di Der Kulturen Museum, di Basel, Swiss (2001); di Valentine Willie Fine Art and Gudang Kuala Lumpur, Malaysia (2006); dan di Valentine Willie Fine Art and Patisatu Studio, Kuala Lumpur, Malaysia (2007).

Pupuk DP

Pupuk Daru Purnomo lahir di Yogyakarta, sejak kecil sudah tertarik dengan lukisan. Ketika SMA Pupuk menjadi juara ilustrasi tingkat propinsi. Pupuk kemudian melanjutkan karier melukis di Jakarta, dan kembali ke Yogyakarta untuk kuliah di ISI Yogyakarta. Saat ini Pupuk juga mengelola sebuah galeri di Yogya.

Samuel Indratma

Nama Samuel mulai dikenal sebagai pelopor mural lewat Apotik Komik di Yogyakarta. Samuel kemudian aktif di Jogjakarta Mural Forum, pernah kuliah di ISI Yogyakarta. Saat ini Samuel Indratma terlibat dalam sebuah program yang diberi tema Panyuwunan, sebuah kegiatan yang didasarkan pada karya Kuntara Wiryamartana.

Sigit Santosa

Sigit Santosa menghabiskan masa kecil sampai usia remaja di Solo, Sigit yang tertarik dengan lukisan sejak masih SMP kemudian melanjutkan sekolahnya di ISI Yogyakarta. Sigit beberapa kali telah menerima penghargaan, yaitu: Karya Terbaik Dies natalis ISI V, Yogyakarta (1990), Karya Terbaik Festival Mahasiswa Seni se-Indonesia, Yogyakarta (1992), Karya Terbaik Biennale IV Yogyakarta (1994), 10 Lukisan Terbaik “The Phillip Morris group Indonesian Art Awards (1994), Finalis “The 2006 Sovereign Asian Art Prize”, Hong Kong, dan Finalis “The 2007 Sovereign Asian Art Priza”, Hong Kong.

Subandi Giyanto

Lulusan IKIP Yogyakarta ini mengenal wayang sejak masih kecil. Subandi sekolah di SMSR, dan berlanjut di IKIP Yogyakarta, berkarier sebagai guru gambar di berbagai sekolah menengah di Yogyakarta. Subandi sering memakai kaca sebagai media melukisnya, dan lukisan wayang Subandi memiliki ciri khas tersendiri. Di rumahnya yang berada di Kasihan, Bantul sering diadakan workshop melukis wayang.

Susilo Budi Purwanto

Lahir di Magelang, Susilo mulai berkarya saat kuliah di ISI Yogyakarta. Terakhir kali berpameran pada tahun 2021 lalu di Bentara Budaya Yogyakarta dengan karyanya berupa ilustrasi novel Anak Bajang Mengayun Bulan karya Sindhunata.

Sebagai seorang pelukis, Susilo sering kali menjadikan wayang sebagai tema utama, wayang sebagai simbol maupun wayang sebagai teks dalam karya-karyanya.

Tere

Theresia Agustina Sitompul (Tere) lahir pada 5 Agustus 1981, di Pasuruan, Jawa Timur. Selama 1999-2007, Tere mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kemudian selama 2009-2011, Tere melanjutkan pendidikannya di program pasca sarjana di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Karya Tere pertama kali dipamerkan di tahun 2000, dalam sebuah pameran bersama di Sanggar Caping, UNNES, Semarang. Di tahun 2004, karya Tere pertama kali dipamerkan di luar negeri pada pameran bersama "Guest Country Lessedra 3rd Annual Mini Print"; di Sofia, Bulgaria. Pada tahun yang sama, Tere mengadakan pameran tunggal untuk pertama kali dengan judul "Yearning"; di Via-Via Cafe Yogyakarta.

Pameran tunggal Tere selanjutnya antara lain, "Confession"; di Vivi Yip Art Room, Jakarta dan Richard Koh Fine Art, Kuala Lumpur, Malaysia (2009); "Happyartland", di ViviYip art Room 2, Jakarta dan S Bin Art Plus, Singapura (2010); "Spirit of Noah"; di Bentara Budaya, Yogyakarta (2011); "Prints the Book of Genesis: Seeds of Peace"; di Lawang Wangi, Bandung (2012); dan "Pada Tiap Rumah Hanya Ada Seorang Ibu (within each house there is only a mother)"; di Jakarta, Bali, Solo, Yogyakarta, Indonesia (2014-2015).

Yuswantoro Adi

Yuswantoro Adi lahir pada 11 November 1966, di Semarang, Jawa Tengah. Pada tahun 1997,
Yuswantoro Adi menyelesaikan pendidikan seninya di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Karya Yuswantoro Adi dipamerkan pertama kali pada tahun 1987 dalam Pameran Kelompok Sendata di Galeri GKS Surabaya. Yuswantoro Adi juga telah mengadakan pameran tunggal, antara lain: "Uang dan Bocah Kita"; di Bentara Budaya Yogyakarta (1998); Proyek Seni Rupa Yuswantoro Adi “Bermain dan Belajar” Lontar Gallery Jakarta and Bentara Budaya Yogyakarta (2002); dan "Beranak Pinak di"; di sangkring Art Space, Yogyakarta (2013).

Karya Yuswantoro Adi dalam berbagai pameran mengangkat tema kritik sosial, dan dengan
gaya yang disebutnya “photo-realist”.

I Wayan Cahya

Belajar melukis sejak masih kecil di Bali, Wayan Cahya kemudian sekolah di ISI Yogyakarta, salah satu lukisan Wayan Cahya yakni lukisan sosok Soeharto. Lukisan tersebut disimpan di Istana Bogor. Saat ini Wayan Cahya melanjutkan kegiatan keseniannya di Yogyakarta, sering mengikuti berbagai pameran di berbagai kota.

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x