JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Reserse Kriminal Polri hendak memastikan kelengkapan berkas perkara dalam penetapan Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Kresna Kurniadi Sastrawinata (KS) sebagai tersangka penggelapan perasuransian dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Bareskrim Polri menyelidiki dan menyidik kasus penggelapan dalam kaitan dengan asuransi Kresna Life tersebut setelah adanya delapan laporan polisi dalam kurun waktu April 2020 hingga November 2020.
Laporan terakhir tertanggal 18 November 2020 dengan nomor laporan polisi LP/B/0657/IX/2020 Bareskrim. Kasus ini hendak dilimpahkan ke Kejaksaan.
Baca Juga: Marak Kasus Gagal Bayar, Ini Tips dari OJK Pilih Produk dan Perusahaan Asuransi
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan, penyidik telah memeriksa 36 saksi. Dari keterangan mereka selama penyelidikan dan penyidikan disimpulkan ada dugaan tindak pidana penggelapan perasuransian.
Juga, kepolisian menemukan TPPU atas gagal bayar polis para nasabah yang diduga dilakukan Kurniadi Sastrawinata selaku Dirut PT Asuransi Jiwa Kresna.
"Penyidik sudah melakukan tahap I pengiriman berkas perkara atas nama KS ke Kejaksaan pada 19 September 2022," ujar Nurul saat jumpa pers melalui YouTube Polri TV Radio, Selasa (20/9/2022).
Nurul menjelaskan, penyidik mengenakan pasal berlapis untuk KS, yakni Pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman pencara maksimal 4 tahun.
Baca Juga: Kasus Penggelapan Premi Asuransi, Bagaimana Nasib Uang Nasabah WanaArtha?
Pasal 75 UU 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Pasal 3 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Pasal 4 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Baca Juga: Diduga Jadi Korban Asuransi Bodong, Ibu Asal Lampung Teriak Histeris Minta Bantuan Jokowi!
"Kemudian Pasal 5 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar," ujar Nurul.
Dikutip dari Kontan.co.id, perjalanan kasus Kresna Life berawal dari gagal bayar pada dua produk asuransinya.
Keputusan ini disampaikan kepada para pemegang polis melalui surat edaran pada 14 Mei 2020. Alasannya manajemen Kresna Life waktu itu terdampak pandemi Covid-19 sehingga menimbulkan keadaan kahar yang di luar kendali perusahaan.
Kresna Life lalu menjalani persidangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca Juga: Kasus WanaArtha Life Naik ke Penyidikan, Bareskrim Cari Tersangka Penggelapan Polis Asuransi
Kresna Life lalu resmi menyandang status PKPU yang kemudian beralih menjadi homologasi, apalagi 80 persen lebih nasabah sudah setuju menempuh jalur damai.
Selanjutnya, Mahkamah Agung (MA) pada 23 Agustus 2021 atau tepat setahun lalu membatalkan putusan PKPU. Dengan demikian, status Kresna Life kembali pada saat sebelum PKPU.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut status Kresna Life pengawasan prudential di mana saat ini pembatasan kegiatan usaha (PKU). Artinya, Kresna Life tidak boleh menjual dulu karena masih menjadi bagian evaluasi OJK.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.