JAKARTA, KOMPAS.TV- Narasi soal Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dimungkinkan untuk jadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024 mendatang dinilai membuat mundur konsolidasi demokrasi.
Bahkan, narasi itu disebut sebagai bentuk pengkhianatan amanat rakyat.
Hal itu diungkapkan oleh Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Narasi tentang pencalonan Presiden yang sudah jalani jabatan dua periode untuk dimungkinkan jadi cawapres sesungguhnya amat sangat ganggu konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia dan kian jauhkan wacana dan narasi politik dari narasi gagasan," paparnya dalam keterangan yang diterima KOMPAS.TV Sabtu (17/9/2022).
Jadi, jelas dia, diskursus ruang publik justru diramaikan alih-alih oleh gagasan dan program untuk rakayat, malah justru diramaikan dengan hal-hal yang disebutnya tidak konstruktif.
"Setelah penundanaan pemilu, wacana presiden tiga periode dan sekarang wacana calon presiden, itu bukan hanya kemunduran demokrasi, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat," tambahnya.
Ia menyebut, alasannya karena hal tersebut jelas selain mendegradasi krebilitas rakyat seoalah merendahkan parpol tidak mampu kaderisasi.
"Dalam sistem kita yang mulitpartai, ada banyak pilihan di pemilu, seolah-olah Indonesia hanya digantungkan regenerasi politik yang itu lagi-lagi," sambungnya.
"Kasihan pada situasi ini, Jokowi selalu ditarik-tarik ikut kontroversi seolah-olah beliau berkepentingan dengan tema ini. Sementara dari pernyataan publik, beliau bertanya, ada agenda apa di balik ini? Tapi impresi publik selau menghubungkan ke Jokowi," tambahnya.
Baca Juga: Soal Kemungkinan Jokowi Jadi Cawapres 2024, Ketua KPU Ingatkan Problem Konstitusional
"Menuju akhir masa jabatan, mestinya biarkan saja menyeslaiakan tugas pelbagai tugas sebelum masa jabatan berakhir. Sistem demorasi kita tidak terlau miskin di posisi di capres atau cawapres," jelasnya.
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Bambang Pacul mengatakan Jokowi bisa saja menjadi Wakil Presiden atau Wapres di tahun 2024.
Namun, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus diajukan oleh partai politik tempatnya bernaung.
Secara aturan, menurut Bambang Pacul, Jokowi diizinkan jika ingin maju Cawapres. Namun, hal ini tergantung apakah Jokowi ingin gunakan peluang tersebut atau tidak.
“Kalau Pak Jokowi mau jadi wapres ya sangat bisa. Tapi syaratnya diajukan oleh parpol atau gabungan parpol. Kalau Pak Jokowi, kita enggak tahu lah maunya kayak apa," ujar Bambang Pacul dilansir dari Kompas.com (13/9/2022).
Baca Juga: Bambang Pacul PDIP: Jokowi Bisa Jadi Wapres di 2024, Asalkan…
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan tentang kemungkinan jika Presiden Jokowi bisa jadi wakil presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Hasyim Asy'ari menjelaskan kemungkinan jika itu terjadi pada pemilu 2024 mendatang, maka ada problem yang bakal dihadapi.
"Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai Presiden selama 2 kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai Calon Wapres, terdapat problem konstitusional sebagaimana ketentuan norma Pasal 8 UUD," papar Hasyim Asy'ari dalam keterangan yang diterima KOMPAS.TV, Rabu (14/9/2022).
Hasyim Asy'ari lantas menjelaskan tentang siapa pun mantan Presiden jika ingin maju atau dicalonkan jadi Wapres di Pemilu 2024, punya catatan penting.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.