JAKARTA, KOMPAS.TV - Akun media sosial peretas atau hacker Bjorka sempat hilang, baik di Twitter maupun telegram, Minggu (11/9/2022) malam sekitar pukul 22.00 WIB.
Berdasarkan pengamatan KOMPAS.TV, akun Twitter Bjorka hilang setelah membobol dan membagikan data para pejabat negara, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, dan Ketua DPR RI Puan Maharani di media sosial.
Beberapa saat kemudian, Bjorka kembali muncul menggunakan akun Twitter lain dan membeberkan data pribadi yang diduga milik Menkominfo Johnny dan Menkomarves Luhut.
"Ya pemerintah Indonesia baru saja mematikan akun Twitter-ku dan kanalku di Telegram, tapi ini enggak akan berhenti," tulisnya di akun Twitter menggunakan Bahasa Inggris, Minggu (11/9/2022).
Baca Juga: Bjorka Kembali Bagikan Data di Channel Telegram, Kali Ini Diduga Milik Puan hingga Denny Siregar
Ia lantas mengatakan, dirinya membuktikan bahwa pemerintah Indonesia bisa meminta semua platform untuk mengikuti kehendak mereka, meskipun ia tidak melanggar ketentuan di Twitter.
Sesaat kemudian peretas itu melakukan doxing atau menyebarkan data pribadi yang diduga milik Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan, di antaranya nomor telepon, nomor induk kependudukan (NIK), agama, tanggal lahir, alamat, bahkan nama ibu.
"Won't stop (enggak akan berhenti)," tulisnya.
Lalu, ia kembali menyebarkan data yang diduga milik Menkominfo dengan format seperti data milik Menteri Luhut. Dia bahkan menunjukkan data terbaru Menteri Johnny yang mengganti nomor ponselnya.
Pengamat Keamanan Siber Pratama Pradha memperkirakan Bjorka berasal dari Indonesia dan memiliki dua motif, yakni ekonomi dan politik.
"Motif ekonomi terus geser politis yang sebenarnya seperti hacktivist," jawab Pratama ketika ditanya motif peretasan Bjorka oleh jurnalis Kompas TV Rangga, Minggu (11/9/2022).
Hacktivist, jelas dia, adalah hacker yang tidak memiliki motif ekonomi. Mereka biasanya memancarkan aspirasi atau protes kepada negara.
"Kalau Bjorka campur-campur, ada ekonomi ada hacktivist seolah suara rakyat," kata Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC itu.
Ia juga menegaskan bahwa Bjorka bisa dijerat UU ITE. Namun, menurut dia, peretas tersebut pandai bersembunyi, sehingga sulit dilacak.
"Cukup pandai dia, spesial bikin akun buat sembunyi," ujarnya.
Untuk melacak identitas Bjorka, kata dia, Indonesia perlu bekerja sama dengan negara lain yang dapat melakukan profiling.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan KOMPAS.TV, Bjorka menjadi perhatian publik dan pemerintah Indonesia pada 1 September 2022 setelah menjual data registrasi SIM card yang ia klaim berjumlah 1,3 miliar dan berasal dari hasil meretas data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Baca Juga: BSSN Siap Ambil Langkah Hukum Hadapi Hacker Bjorka yang Klaim Retas Dokumen Jokowi
Kominfo pun menampik tudingan tersebut dan menyebut klaim Bjorka sebagai kebohongan atau hoaks. Sebab, Kominfo tidak memiliki aplikasi untuk menampung data registrasi prabayar dan pascabayar.
Beberapa hari kemudian, pada 6 September 2022, Bjorka kembali menjual data yang ia klaim berasal dari Komisi Pemilihan Umum. Data yang dibocorkan mulai dari nama lengkap, nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (KK), alamat lengkap, tempat dan tanggal lahir, usia, jenis kelamin, bahkan keterangan soal disabilitas.
Lalu, Bjorka kembali muncul dan menjual data yang ia klaim sebagai transaksi surat dan dokumen rahasia Presiden Republik Indonesia pada Sabtu (10/9/2022).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menegaskan tidak ada surat dan dokumen untuk Presiden Jokowi yang bocor di internet.
“Nanti pihak Sekretariat Negara akan menyampaikan. Tidak ada isi surat-surat yang bocor,” kata Heru, Sabtu (10/9/2022) dilansir dari Antara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.