“Ketiga-tiganya adalah penahanan, yang kalau dipahami oleh masyarakat penahanan itu terbatas pada berbasis rumah tahanan atau disebut dengan penjara,” tuturnya.
Kata Sitti, proses penahanan bertujuan untuk memastikan tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya
Sedangkan, terpidana adalah seseorang yang sudah mendapatkan keputusan pengadilan dan dihukum untuk menjalankan pemidanaan.
“Dalam kasus Ibu PC ditetapkan sebagai tersangka, dan penahanannya itu menjadi kewenangan penyidik.”
Mengenai instrumen hak asasi perempuan melihat proses penahanan, ia mengacu pada Rekomendasi Umum Nomor 33, tentang akses perempuan terhadap keadilan.
“Dinyatakan dan direkomendasikan kepada negara pihak, dalam hal ini di Indonesia, bahwa penahanan sebelum persidangan itu harus menjadi pilihan terakhir dan sesingkat-singkatnya,” imbuhnya.
Jadi, lanjut Sitti, ketentuan di dalam Rekomendasi Umum Nomor 33 maupun di dalam KUHAP berlaku tidak hanya untuk Putri Candrawathi saja, tetapi berlaku untuk semua tahanan, untuk semua perempuan.
“Bahwa penahanan sebelum persidangan itu adalah langkah paling akhir dan dilakukan sesingkat mungkin.”
Baca Juga: Atasi Beda Perlakuan Penahanan Tersangka Wanita, Komnas Perempuan Wacanakan Dorong Pembaruan KUHAP
Pada kasus Putri, Sitti berpendapat bahwa ia tidak ditahan oleh penyidik karena alasan kemanusiaan, dibenarkan berdasarkan instrumen hak asasi perempuan.
“Yaitu perempuan yang sedang menjalani fungsi maternitasnya seperti hamil, menyusui, dan mengasuh anak itu tidak ditahan dan selama sebelum persidangan.”
“Dan itu Berlaku tidak hanya untuk ibu P tapi untuk semua tahanan, atau tersangka, terdakwa perempuan,” ia menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.