JAKARTA, KOMPAS.TV - Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan tindak pidana korupsi Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
Persetujuan ekspor yang diberikannya sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan itu dianggap merugikan keuangan negara Rp 6 triliun dan kerugian ekonomi mencapai Rp12,3 triliun.
Wisnu dianggap telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Muhammad menyatakan Wisnu melakukan perbuatan bersama dengan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang.
Baca Juga: Kemendag Tuding Pelonggaran PPKM dan Tingginya Harga Pokok Produksi Picu Kenaikan Harga Telur
"Kerugaian keuangan negara seluruhnya Rp6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp12.312.053.298.925," ujar Agung saat membacakan surat dakwan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/8/2022). Kasus ini mulai disidangkan pada 24 Agustus lalu.
JPU menjelasakan sejumlah korporasi yang diperkaya atas PE yang dilakukan Wisnu, yakni pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp1.693.219.882.064.
Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas–Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp626.630.516.604.
Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp124.418.318.216.
Baca Juga: Penipuan Minyak Goreng Murah Hingga Rp 2 M, Wanita di Jakarta Barat Ditangkap Polisi
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," ujar jaksa.
Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.
Baca Juga: Kejagung Sita Dokumen dari Bekas Mendag M Lutfi, Terkait Mafia CPO?
Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
"Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan," ujar Jaksa.
Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei adalah penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Master Palulian Tumanggor adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley Ma merupakan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari dan Pierre Togar Sitanggang adalah GM Bagian General Affair PT Musim Mas.
Baca Juga: China Tambah Impor CPO 1 Juta Ton dari RI, Zulhas Jamin Harga dan Pasokan Migor Domestik Aman
Atas perbuatannya para terdakwa terancam pidana dari Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Terhadap dakwaan tersebut, kelima terdakwa mengajukan eksepsi atau nota keberatan yang akan dibacakan pada Selasa, 6 September 2022.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.