JAKARTA, KOMPAS.TV - Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan ada kemungkinan penyidik akan mengkonfrontasi tersangka atau antartersangka jika ditemukan ketidaksesuaian antara keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan reka ulang.
Reza mengungkapkan, jika terdapat kesenjangan validitas informasi antara informasi yang diperoleh lewat BAP dengan informasi saat reka ulang, tidak tertutup kemungkinan penyidik akan melakukan revisi.
“Tidak tertutup kemungkinan para penyidik akan melakukan revisi atau mencoba mengkonfrontasi ulang tersangka, atau mungkin mengkonfrontasi antartersangka,” jelasnya dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (30/8/2022).
“Guna mencapai tingkat validitas yang tertinggi, tingkat kepercayaan yang tertinggi atas informasi yang digali oleh para penyidik.”
Diberitakan sebelumnya, polisi menggelar reka ulang atau rekonstruksi kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, pada hari ini, Selasa (30/8/2022).
Rekonstruksi digelar di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, dan rumah pribadinya di Jalan Saguling, Duren Tiga.
Dalam rekonstruksi tersebut, polisi menghadirkan lima tersangka kasus itu, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E alias Richard Eliezer, Bripka RR alias Ricky, dan Kuat Ma’ruf.
Baca Juga: Momen Putri Chandrawathi Pasangkan Masker ke Ferdy Sambo Sebelum Berpisah
Reza menambahkan, dalam reka ulang atau rekonstruksi, sedikit banyak juga ada permainan urat saraf.
Seandainya pernyataan para tersangka berubah-ubah, mungkin saja akan ada pemeriksaan susulan oleh penyidik.
“Dan pemeriksaan susulan justru mengirim pesan kepada para tersangka, bahwa proses hukumnya menjadi tidak sederhana, proses hukumnya menjadi berat," ucap Reza.
Reza pun memaparkan bahwa berdasarkan simpulan dari kajian psikologi forensik, daya ingat manusia adalah barang yang paling merusak dalam proses penegakan hukum.
“Ingatan manusia adalah barang yang paling mengganggu proses pengungkapan kebenaran.”
Tapi, lanjut dia, pelaksanaan rekonstruksi lebih baik daripada sekadar mengandalkan ingatan para tersangka saat pemeriksaan di kantor polisi.
“Paling tidak, ketimbang semata-mata mengandalkan daya ingat yang dibongkar di kantor polisi, mudah-mudahan dengan pemeriksaan, termasuk distribusi informasi di TKP, di lokasi kejadian itu berlangsung, mudah-mudahan ini menjadi pasokan informasi baru.”
“Apakah dua sumber informasi ini akan serasi, ataukah justru akan kontradiktif satu sama lain? Nanti akan diuji,” tuturnya.
Baca Juga: Detik-detik Adegan Inti, Brigadir Yosua Terlihat Sempat Minta Ampun pada Bharada Eliezer
Dalam dialog, Reza juga mengatakan bahwa tayangan reka ulang atau rekonstruksi pembunuhan Brigadir J tidak bisa mengungkap motif peristiwa tersebut.
“Tentu saja tidak (menjawab motif). Apalagi kemudian tayangan tentang reka ulang atau rekonstruksi itu sama sekali tidak memperdengarkan audio atau suara siapa pun,” jelasnya.
“Saya bukan pembaca gestur, jadi saya tidak tahu persis sesungguhnya apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang di sana.”
Reza menjelaskan, proses hukum adalah proses yang sangat mengandalkan pada kemampuan seseorang mengelola informasi satu sama lain.
Sehingga, tegasnya, mustahil untuk dirinya menakar atau menilai tentang motif pembunuhan itu.
“Jadi sekali lagi, mustahil bagi saya untuk menakar atau menilai, terlebih lagi kalau kita kaitkan dengan motif.”
Baca Juga: Psikolog Forensik Sebut Tayangan Rekonstruksi Tidak Bisa Ungkap Motif Pembunuhan Brigadir J
“Tempo hari saya katakan bahwa motif tidak terlalu menentukan. Jadi anggaplah hari ini pun seandainya motif PC (Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo) tidak kunjung terbuka, tetap saja rekonstruksi itu akan berjalan,” tambahnya.
Terlebih, kata Reza, reka ulang dilakukan bukan untuk membongkar motif, tapi untuk mencari validitas atas keterangan-keterangan yang sudah pernah disampaikan oleh para tersangka dalam BAP.
Menurutnya, harus dipahami bahwa proses BAP adalah proses yang mengandalkan daya ingat manusia.
“Persoalannya adalah daya ingat manusia, termasuk daya ingat tersangka, rentan mengalami fragmentasi dan distorsi.”
“Untuk mengantisipasi itu, maka para tersangka dibawa kembali ke TKP, lalu dicek ulang seberapa jauh validitas keterangan yang pernah mereka sampaikan pada penyidik,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.