JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Benny K Harman batal meminta penonaktifan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Benny mengaku dirinya sangat puas dengan penjelasan Kapolrri terkait kasus pembunuhan terhadap Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hal itu menyebabkan dirinya tidak jadi meminta penonaktifan Kapolri.
“Tadi Pak Kapolri menjelaskan secara tuntas dan begitu lengkap kasus ini dari awal sampai adanya kasus yang direkayasa, sampai dengan bagaimana sesungguhnya yang terjadi, itu diungkapkan,” jeasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (24/8/2022).
“Apa yang membuat kami apresiasi? Ada satu hal, Pak Kapolri ini kan dekat dengan Pak Sambo, tetapi dia mempunyai keberanian untuk melepaskan kedekatannya itu dan mengambil langkah-langkah hukum yang tegas dan sangat terbuka,” paparnya.
Benny menambahkan, hal lain yang membuatnya puas adalah penjelasan-penjelasan dari Kapolri, yang selama ini hanya diperolehnya melalui media sosial, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca Juga: Kapolri Jawab Semua Pertanyaan DPR : Irjen Ferdy Sambo Akan Jalani Sidang Kode Etik Besok!
Saat itu, kata dia, pihaknya tidak mengetahui seperti apa sebetulnya penanganan yang dilakukan oleh polisi.
“Tadi dijelaskan dua tahap itu. Tahap pertama adalah peran Pak Sambo di Duren Tiga itu, lalu ada rekayasa kasus, kemudian setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan banyak kejanggalan di situ, kemudian ditemukanlah kasus yang sebenarnya.”
Benny juga berpendapat bahwa hal yang menyebabkan kasus ini terbuka adalah keberanian Kapolri mengungkapkannya, dan itu tidak lepas dari peran Presiden.
“Peranan Presiden, peran media massa, peran netizen juga. Tapi terutama itu peran Presiden, yang meminta, menginstruksikan Kapolri supaya kasus ini dibuka seterang-terangnya,” tuturnya.
“Saya rasa tanpa itu, kasus ini jadi kasus gelap.”
Mengenai permintaannya untuk menonaktifkan Kapolri, yang disampaikan Benny beberapa hari lalu, ia menyebut hal itu dilatarbelakangi penjelasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Pak Menko Polhukam dua hari lalu menjelaskan adanya kerajaan Sambo yang begitu hegemonik di dalam institusi Kepolisian ini,” tuturnya.
“Begitu hegemonik, begitu mendominasi lembaga ini sehingga kesannya ada begitu lamban dalam penanganan kasus ini,” ujarnya.
Namun, setelah mendengar sendiri penjelasan Kapolri, Benny menegaskan bahwa permintaan penonaktifan itu tidak lagi berlaku.
Sementara, anggota DPR dari PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan, mengatakan, sejak awal dirinya tidak setuju dengan usulan penonaktifan Kapolri.
Menurut Trimed, sapaan akrabnya, ada dua hal yang menyebabkan dirinya tidak setuju pada usulan tersebut.
“Saya ada dua alasan, secara sosiologis tidak ada yang keliru dengan yang dilakukan Kapolri, masih on the track dari mulai sejak awal peristiwa.”
“Bahwa ada terkesan lamban, ya. Dan itu juga tadi dia akui pada saat sesi terakhir setelah break untuk yang kedua kali, pukul 19.00, bahwa Pak Sambo itu melaporkan kepada Kapolri, tapi Kapolri menyampaikan, ‘Kalau seandainya yang kamu ceritain nggak benar, saya proses’.”
Kedua, kata Trimed, ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022, bahwa tidak ada istilah nonaktif untuk Kapolri.
Yang ada, lanjut dia, adalah diberhentikan atau dicopot oleh Presiden, dan tidak ada alasan untuk melakukan itu.
Baca Juga: Terungkap! Kapolri Sebut Ferdy Sambo Sudah Ajukan Pengunduran Diri sebagai Anggota Polri
“Saya jujur saja, begitu istri Pak Sambo ditersangkakan, saya juga surprise itu. Saya tidak menduga istrinya akan ditersangkakan.”
“Kemudian saya berpikir, alangkah hebatnya keluarga ini bersama-sama melakukan pembunuhan berencana. Kalau sudah seperti itu, tinggal kita kawal, kita beri penguatan kepada Kapolri, percepat ini,” urainya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.