JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo meminta menterinya menghitung dengan cermat sebelum menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pertalite dan solar.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi seusai meninjau Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Selasa (23/8/2022).
“Menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan secara hati-hati,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi menegaskan tidak ingin kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi berdampak kepada banyak sektor.
Terlebih, katanya, sampai berpotensi menaikkan inflasi dan menurunkan pertumbuhan ekonomi di tanah air.
Baca Juga: Jokowi: Saat Negara Lain Krisis Pangan, Kita Justru Swasembada Beras dan Ketahanan Pangan Kita Baik
“Dikalkulasikan dampaknya, jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga,” ujar Presiden Jokowi.
“Dan juga nanti yang harus dihitung juga menaikkan inflasi yang tinggi, kemudian bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi, semuanya saya suruh hitung betul-betul sebelum diputuskan.”
Sebelumnya diberitakan KOMPAS TV, pemerintah telah memberikan tanda bahwa akan ada kenaikan pada harga BBM bersubsidi.
Sinyal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Jumat pekan lalu atau (19/8/2022).
Baca Juga: Curhat Jokowi kepada KADIN se-Indonesia: Ketidakpastian Global Tidak Gampang, Justru Kian Rumit
“Itu modelling ekonominya saya kira sudah dibuat, nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga ini,” kata Luhut dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, yang disiarkan secara daring, Jumat (19/8/2022).
“Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian, karena kita harga BBM termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita.”
Menurut Luhut, Indonesia sudah cukup baik dalam menjaga laju inflasi di level yang terkendali saat ini.
Inflasi Indonesia pada Juli 2022 tercatat sebesar 4,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Namun, capaian inflasi ini melebihi batas atas sasaran tiga persen.
Baca Juga: Kepada Mahfud MD, Arteria Singgung Tito Karnavian dan Yasonna H Laoly yang Diam di Kasus Ferdy Sambo
Inflasi Indonesia masih lebih rendah dari sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen; Uni Eropa sebesar 8,9 persen, bahkan Turki sudah mencapai 79,6 persen.
Luhut mengatakan, meski saat ini masih tergolong terkendali, laju inflasi akan sangat bergantung pada kenaikan solar dan pertalite yang masih disubsidi pemerintah.
Untuk itu, Luhut meminta masyarakat bersiap menghadapi kemungkinan kenaikan harga BBM. Pasalnya, pemerintah juga harus menekan peningkatan beban subsidi di APBN.
“Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure (tekanan) ke kita karena harga crude oil (minyak mentah) naik, itu kita harus siap-siap,” ujarnya.
Baca Juga: Mahfud MD Jawab Tantangan Desmon J Mahesa soal Pembubaran Kompolnas: DPR yang Buat, Bubarkan Saja
Sebab, sambung Luhut, kenaikan harga pertalite dan solar adalah satu dari sejumlah strategi untuk bisa menekan beban subsidi, selain pengurangan mobil-mobil berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik, dan implementasi B40.
“Subsidi kita kemarin Rp502 triliun, kita berharap bisa tekan ke bawah. Seperti dengan pengurangan mobil-mobil combustion diganti dengan listrik, kemudian B40, serta menaikkan harga pertalite yang kita subsidi cukup banyak dengan solar,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.