ia juga ditunjuk sebagai perantara perundingan Indonesia-Jepang tahun 1943.
“Shimizu merasa nyaman ketika harus mendengarkan uneg-uneg, pikiran dan juga pendirian orang Indonesia saat itu. Terlebih, rakyat sudah menganggap Shimizu sebagai sahabat karib,” tulis buku itu.
Melalui Shimizu pula, Fatwamati mendapatkan selembar kain yang dijahit sebagai bendera pusaka sang saka merah putih.
Shimuzu sendiri mendapatkan kain tersebut dari pembesar Jepang yang mengepalai Gudang di daerah pintu air, depan bioskop Capitol, Jakarta Pusat.
Dari situ, lantas kain tersebut dikasihkan ke Fatmawati lewat Chairul Basri.
Akhirnya, Fatmawati pun menjahit kain tersebut dijahit pada Oktober 1944, dua minggu sebelum kelahiran putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Fatmawati menjahit dengan tangan dia sendiri.
Setahun kemudian, bendera buatan tangan Fatmawati itulah yang dikibarkan tepat di hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Itulah kisah dari sosok Shimizu, seorang perwira Jepang yang membantu proses penjahitan sang bendera pusaka.
Usai kemerdekaan, Shimizu sendiri mendapatkan penghargaan dari pemerintah dan diundang ke Indonesia pada tahun 1978.
"Lama saya tidak bertemu Shimizu. Ia tinggal di Tokyo dan bertahun-tahun meninggalkan Indonesia. Tahun 1978 ia diundang Presiden Soeharto ke Indonesia untuk menerima penghargaan atas jasa-jasanya," kenang Chairul Basri dalam memoarnya Apa yang Saya Ingat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.