Kompas TV nasional hukum

Apa Arti Istrilah Obstruction of Justice dalam Kasus Pembunuhan Birgadir J?

Kompas.tv - 11 Agustus 2022, 20:53 WIB
apa-arti-istrilah-obstruction-of-justice-dalam-kasus-pembunuhan-birgadir-j
Mantan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo usai jalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Ferdy Sambo menjadi salah satu tersangka pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir J. (Sumber:  Kompas.tv/Ant/Laily Rahmawaty)
Penulis : Gilang Romadhan | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Istilah obstricution justice kerap digunakan dalam penanganan kasus hukum pidana. 

Belakangan, istilah tersebut ramai disebut dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. 

Selasa (9/8/2022) malam WIB, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) nonaktif Ferdy Sambo sebagai tersangka baru kasus pembunuhan Brigadir J. 

Ferdy Sambo yang akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri itu menjadi aktor utama dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Sambo, kata Kapolri, berupaya merekayasa kasus agar seoalah-olah Brigadir J tewas akibat aksi tembak-menembak dengan tersangka pertama, Bhayangkara Dua Richard Elizier Pudihang Lumlu alias Bharada E. 

Baca Juga: Setelah Ditetapkan Tersangka Pembunuhan Berencana, Irjen Ferdy Sambo Jalani Pemeriksaan Perdana

Singkatnya, Ferdy Sambo berupaya mengaburkan fakta-fakta kasus pembunuhan ini kepada para penyidik. Dalam istilah hukum, aksi Sambo ini dikenal dengan obstruction of justice. 

Lalu, apa itu obstruction of justice

Arti Istilah Obstruction of Justice

Melansir Cornell Law School, obstruction of justice adalah segala tindakan mengancam (lewat kekuasaan, komunikasi) memengaruhi, menghalangi, menghambat sebuah proses hukum administratif. 

Singkatnya, obstruction of justice adalah segala bentuk intervensi atau menghalangi sebuah proses hukum. 

Obstruction of justice juga termuat dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), serta Pasal 221 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 

Baca Juga: Mahfud Sebut Kasus Pembunuhan Brigadir J akan Berlanjut ke Tindak Pidana Obstruction of Justice

Pasal 21 UU Tipikor:

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Pasal 221 KUHP

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

Aturan di atas tidak berlalu bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.

Baca Juga: Justice Collaborator Berbeda dengan Whistleblower, Begini Penjelasannya

Selain obstruction of justice, istilah-istilah hukum macam justice collaborator, dark number case, hingga restorative justice juga ramai disebut dalam kasus pembunuhan Brigadir J. 


Berikut arti istilah-istilah hukum yang marak dijumpai dalam kasus pembunuhan Brigadir J: 

Arti Justice Collaborator 

Kriminolog Ahmad Sofian menjelaskan bahwa justice collaborator adalah saksi kunci yang akan mengungkapkan tindak pidana tertentu. Dalam hal ini, saksi tersebut akan bekerja sama dengan penegak hukum.

Justice collaborator juga dapat diartikan sebagai pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu.

Baca Juga: Kasus Brigadir J Punya "Code of Silence" hingga Pengaruh Hierarkis dan Politis

Arti Restorative Justice

Melansir laman resmi Mahkamah Agung (MA), restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh MA. 

Singkatnya, restorative justice atau keadilan restoratif adalah metode untuk menjadi suatu resolusi penyelesaian konflik dengan cara memperbaiki kerugian yang ditimbulkan dari konflik hingga keadaan akibat konflik. 

Arti Dark Number Case 

Mengutip Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 123/PUU-XIII/2015 dan Nomor 130/PUU-XIII/2015 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, dark number atau dark case adalah sebuah situasi di mana fakta-fakta dalam proses hukum yang menguap begitu saja. 

Dark number bisa terjadi apabila pihak penegak hukum dihadapkan dengan situasi kesulitan untuk melakukan penyidikan hingga menyebabkan kecenderungan tidak melanjutkan proses hukum terhadap suatu kasus.

 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x