Pemerintah Indonesia saat itu tidak tinggal diam, dan membuat operasi untuk menangkap Kartosoewirjo.
Pihak NII semakin geram, Kartosoewirjo akhirnya mengerahkan pasukan yang dikenal sebagai Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat untuk berperang dengan pemerintah.
Darul Islam berkembang menguasai sepertiga Jawa Barat, bahkan melancarkan serangan sampai ke pinggiran Jakarta selama tahun 1950-an,
Soekarno membentuk pemerintahan Demokrasi Terpimpin Tahun 1959 sebagai bentuk perlawanan terhadap Darul Islam.
Dijalankanlah operasi pagar kaki oleh Militer, yakni mengepung semua pangkalan gunung gerilyawan dan memotong jalur pasukan dan pelarian mereka.
Militer memaksa para pemberontak untuk memilih antara menyerah atau tewas di tempat.
Kartosoewirjo menyatakan Perang Total tahun 1961. Para gerilyawan DI menggunakan taktik terror dan bandit terhadap warga sipil.
Puncaknya, ketika Kartosoewirjo mengirimkan salah seorang anggotanya untuk melakukan upaya pembunuhan terhadap Soekarno saat ia sedang salat Idul Adha pada Mei 1962.
Namun, usaha anak buah Kartosoewirjo gagal, ia sendiri lantas ditangkap di tempat persembunyiannya di Gunung Geber dekat Garut, Jawa Barat.
Tak banyak yang tahu, Soekarno dan Kartosoewirjo adalah sahabat dekat yang sama-sama berguru kepada HOS Tjokroaminoto.
Hal itu berdasarkan kisahnya dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams.
Usai ditangkap, ia mengeluarkan perintah kepada seluruh pengikutnya untuk menyerah. Sehingga, pada Agustus 1962, pasukan DI di Jawa Barat yang beroperasi di Gunung Ciremai menarik mundur pasukannya.
Kartosoewirjo dinyatakan bersalah atas pemberontakan dan percobaan pembunuhan Presiden Soekarno oleh pengadilan Militer.
Saat itu, Soekarno sempat tidak mau menandatangani persetujuan hukuman mati terhadap sahabatnya itu.
Namun, hukuman mati Kartosoewirjo akhirnya dilaksanakan pada 5 September 1962 dengan cara ditembak oleh regu tembak yang terdiri 12 orang.
Pada 2012, Sardjono, anak bungsu Kartosoewirjo mengungkap rupanya sang ayah memiliki 4 permintaan terakhir sebelum dieksekusi.
"Dari empat permintaan, hanya satu yang dikabulkan Ketua Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) kala itu," kata Sardjono saat menghadiri peluncuran buku 'Hari Terakhir Kartosoewirjo: 81 Foto Eksekusi Mati Imam DI/TII' di TIM, Jakarta, Rabu (5/9/2012).
Permintaan pertama Kartosoewirjo adalah, agar diizinkan bertemu dengan perwira-perwira (NII) terdekat.
"Tapi permintaan ini ditolak," kata Sardjono.
Kedua, Kartosoewirjo minta eksekusinya disaksikan oleh perwakilan keluarga. Namun permintaan ini juga ditolak dengan alasan bertentangan dengan budaya.
Permintaan ketiga Kartosoewirjo adalah meminta supaya jenazahnya kelak dikembalikan kepada keluarga untuk dimakamkan di pemakaman keluarga.
Namun, Sardjono mengatakan permintaan itu juga ditolak.
Hanya permintaan keempat saja yang dikabulkan, yaitu Kartosoewirjo meminta untuk bertemu dengan keluarganya untuk yang terakhir kali.
Sumber : Kompas.com, Tribunnews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.