JAKARTA, KOMPAS.TV - Junallis CNN Indonesia dan detikcom mendapat tindak kekerasan dan intimidasi saat meliput kasus penembakan di rumah dinas (Rumdin) Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
Keduanya mendapat tindak kekerasan dan intimidasi dari tiga pria tidak dikenal dengan ciri-ciri tegap, berambut cepak, dan berpakaian hitam.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Afwan Purwanto menjelaskan semua video dan foto hasil rekaman peliputan di area Kompleks Polri dihapus paksa oleh ketiga pria tidak dikenal.
Baca Juga: Pengamat Kepolisian Sebut Ada Pelanggaran Perkap di Penyelidikan Kasus Penembakan Brigadir J
Ketiga pria tak dikenal itu juga meminta jurnalis untuk tidak meliput terlalu jauh dari olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengeledah tas keduanya dengan paksa.
Atas kejadian tersebut AJI Jakarta mendesak kepolisian mengusut kasus kekerasan dua jurnalis tersebut karena telah mencederai kebebasan pers dalam kerja-kerja jurnalistik.
Afwan menegaskan mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas.
"Tindakan tersebut kami nilai berlebihan dan sewenang-wenang. Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/7/2022).
Baca Juga: Jurnalis Perempuan Alami Pelecehan Seksual saat Laga PSS vs Borneo FC di Piala Presiden 2022
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin turut mengecam tindakan yang tidak memberikan ruang jurnalis dalam melakukan peliputan di lokasi kejadian.
Menurut Ade, jurnalis bekerja untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dalam meliput.
Selain melanggar UU Pers, para pelaku juga bisa dikenakan pasal perampasan/pengancaman dalam KUHP dan akses ilegal dalam UU ITE.
Baca Juga: Komnas HAM Panggil Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan Istri Terkait Tewasnya Brigadir J
"Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo," ujar Ade.
Afwan menjelaskan awalnya jurnalis CNNIndonesia.com dan 20Detik (Video di Detikcom), mencari informasi terkait kasus baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Mereka kemudian mendatangi rumah Ketua RT untuk mencari informasi lebih mendalam. Istri dari Ketua RT yang saat itu ada di rumah menerima keduanya.
Baca Juga: Pengamat Kepolisian: Ada Unsur Emosional di Kasus Baku Tembak Anggota di Rumdin Kadiv Propam
Setelah itu, mereka mencoba untuk mencari rumah petugas kebersihan dan menanyakan informasi tentang situasi Rumah Ferdy Sambo sebelum dan setelah kejadian.
Rumah petugas kebersihan berada sekitar seratus meter dan berbeda kompleks dengan rumah Sambo.
Hanya ada pintu kecil yang terbuka untuk akses jalan. Sembari berjalan ke rumah yang dituju, di ujung jalan kompleks terdapat 10 orang yang sedang bercengkrama.
Dua jurnalis sempat melewati mereka untuk bisa menjangkau rumah petugas kebersihan. Setelah itu kedua jurnalis mewawancarai petugas kebersihan dengan cara merekam sambil berjalan.
Baca Juga: Kontras: Ada 7 Kejanggalan Kasus Baku Tembak di Rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo
Baru sekitar seratus meter berjalan, tiga orang yang sebelumnya ikut berkumpul di ujung kompleks menghampiri dua jurnalis.
Dari arah belakang, tiga orang tersebut menghampiri jurnalis, memepet, dan mengambil paksa telepon genggam yang saat itu digunakan untuk wawancara.
Diketahui, selama proses penyelidikan dan penyidikan peristiwa penembakan di rumah Sambo, tidak sedikit kepolisian berjaga di area Kompleks Polri.
"Mereka menghapus semua video dan foto hasil rekaman peliputan di area Kompleks Polri," ujar Afwan.
Baca Juga: Beredar Video Irjen Ferdy Sambo Menangus Peluk Kapolda Irjen Fadil di Tengah Kasus Penembakan
Afwan menambahkan tak cukup disitu, ketiga orang tersebut bahkan meminta kedua jurnalis tidak meliput terlalu jauh dari olah TKP.
Jurnalis CNN Indonesia dan 20Detik sempat menolak memberikan ponselnya. Keduanya bahkan mempertanyakan tujuan ambil paksa alat kerja yang digunakan jurnalis dalam meliput.
Alih-alih memberikan penjelasan, ketiga orang yang tidak menunjukkan identitas tersebut dengan tegas melarang jurnalis melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Tas yang digunakan kedua jurnalis turut diperiksa tanpa ada persetujuan. Bahkan kedua jurnalis juga ikut digeledah tanpa memberikan penjelasan mengapa ketiganya melakukan tindakan tersebut.
"Ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," ujar Afwan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.