JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi perbincangan publik belakangan ini, sebab, yayasan amal tersebut diduga melakukan penyelewengan dana donasi yang dikumpulkan dari masyarakat.
Dugaan penyelewengan ini pertama kali mencuat setelah Majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat", 2 Juli 2022.
ACT diduga menggunakan dana donasi untuk operasional yang berlebihan di antaranya yang diungkap yakni terkait sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard.
Selain itu, terkait sejumlah petinggi ACT yang mendapat gaji terlampau tinggi. Bahkan, mantan Presiden ACT, Ahyudin ditengarai mendapat gaji Rp 250 juta per bulan.
Pihak kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun melakukan pemeriksaan.
Baca juga: Izin Dicabut, Presiden ACT: Kami Tetap Beraktivitas untuk Salurkan Donasi yang Sudah Masuk
Dalam pemeriksaan itu, ditemukan sejumlah dugaan modus penyelewengan dana ACT, mulai dari adanya aliran dana yang mengalir ke kelompok teroris, hingga dari bisnis ke bisnis sebelum disalurkan.
Aliran dana ke anggota Al-Qaeda
Melansir dari Kompas.com, PPATK menemukan adanya aliran transaksi keuangan dari rekening Yayasan ACT ke anggota Al-Qaeda.
Hal ini berdasarkan temuan yang diperoleh dari database PPATK.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan, anggota Al-Qaeda tersebut merupakan satu dari 19 anggota yang pernah ditangkap pihak keamanan Turki.
“Yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al-Qaeda,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Namun demikian, Ivan mengatakan pihaknya masih melakukan kajian mendalam, karena aliran uang itu berasal dari salah satu pegawai ACT.
Baca juga: Aktivitas Kantor ACT Jakarta Berjalan Seperti Biasa Meski Izin Dicabut
PPATK juga perlu mendalami lebih lanjut untuk mengetahui pasti motif pemberian dana tersebut.
Sementara, Presiden ACT Ibnu Khajar telah lebih dulu membantah isu tersebut.
“Kami ingin sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022) dikutip dari tribunnews.com.
Dikelola dulu dari bisnis ke bisnis
Dugaan pelanggaran lain yang dilakukan ACT terkait dana donasi yang tak langsung disalurkan ke penerima. Namun, lebih dulu dikelola dari bisnis ke bisnis guna meraup sejumlah keuntungan.
PPATK juga menemukan transaksi senilai Rp 30 miliar yang melibatkan suatu perusahaan dengan ACT.
Setelah ditelisik, pemilik perusahaan tersebut adalah salah satu pendiri ACT.
Baca juga: PBNU Angkat Bicara soal Heboh ACT: Merusak Kepercayaan Lembaga Amal
Potong dana donasi 10 - 20 persen
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan indikasi petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memotong dana donasi atau CSR yang dikelola sebesar 10 hingga 20 persen.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan yayasan kemanusiaan ACT dapat mengumpulkan dana CSR setiap bulan sebesar Rp60 miliar.
Dana tersebut kemudian dipotong 10 hingga 20 persen untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan.
Adapun donasi itu terkumpul dari masyarakat, perusahaan nasional, perusahaan internasional, institusi atau kelembagaan non-korporasi nasional dan internasional serta komunitas atau anggota lembaga.
Gelapkan donasi korban Lion Air
Lebih lanjut, pihak kepolisian juga menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana sosial atau CSR untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018.
Ramadhan menjelaskan, yayasan ACT pernah mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada tanggal 18 Oktober 2018.
Isi rekomendasi itu ACT diminta mengelola dana sosial atau CSR kepada korban. Total dana CSR yang harus disalurkan ACT kepada para korban sebesar Rp 138.000.000.000.
Kompensasi santunan tersebut, kata Ramadhan, seharusnya diberikan kepada ahli waris korban sebesar Rp 2,06 miliar. Namun, penyidik Bareskrim menduga pihak ACT tidak merealisasikannya secara penuh.
Pihak ACT juga disebutkan tidak memberitahukan realisasi jumlah CSR serta progres pekerjaan yang dikelolanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban.
Ramadhan menyebutkan, sebagian dana sosial itu justru dipakai untuk pembayaran gaji pimpinan dan staf di ACT.
Bahkan, juga diduga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi Ketua Pengurus atau Presiden Ahyudin dan Ibnu Khajar yang saat itu menjabat Wakil Ketua Pengurus.
“Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi,” ucap Ramadhan pada Sabtu.
Petinggi ACT diperiksa
Terkait sejumlah dugaan penyelewan tersebut, mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar diperiksa oleh Bareskrim Polri.
Baca juga: Bareskrim Periksa Petinggi ACT Hari Ini Dalami Penyimpangan Dana dari Boeing untuk Korban Lion Air
Pemeriksaan pertama pada Jumat (8/7/2022). Dalam pemeriksaan ini, penyidik mendalamai seputar legalitas ACT, serta tugas dan tangung jawab pengurus.
Rencananya, Senin (11/7) hari ini, kedua petinggi ACT tersebut akan diperiksa kembali terkait dugaan penyalahgunaan dana donasi masyarakat yang dikelola oleh ACT.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.