JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Malang, Jawa Timur belakangan ini menjadi sorotan masyarakat.
Pasalnya, terdakwa kasus tersebut yakni Julianto Eka Putra yang juga pendiri SPI ternyata hingga kini masih menghirup udara bebas atau belum ditahan.
Dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan Julianto terhadap siswi-siswinnya di SPI ini diketahui publik usai Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melaporkannya ke Polda Jatim pada akhir Mei 2021.
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyebut laporan atas asusila dan eksploitasi anak ini dilayangkan seusai para korban melaporkan tindakan keji Julianto kepada mereka.
Bahkan, Arist menyebut pihaknya menduga Julianto yang juga seorang motivator ini sudah melakukan pelecehan terhadap para siswinya di SPI sejak 2009 silam.
Namun, para korban, kata dia, baru berani melaporkan aksi bejat Julianto kepada Komnas PA pada 2021.
Selain dugaan seksual, Julianto juga diduga melakukan kekerasan fisik dan verbal serta mempekerjakan para siswi untuk keuntungan pribadi.
"Mereka di SPI untuk sekolah, tapi ternyata mereka dipekerjakan melebihi jam kerja dan menghasilkan uang yang banyak, tetapi mereka tidak mendapatkan imbalan yang layak," kata Arist, Sabtu (29/5/2021) seperti yang diwartakan Tribun Jatim.
Baca Juga: Terdakwa Kekerasan Seksual SMA SPI Kota Batu Tak Juga Ditahan
Arist pun menyesalkan kekerasan seksual yang dilakukan pendiri SPI ini, serta aksinya yang memanfaatkan para siswi yang berasal dari keluarga tidak mampu demi keuntungan pribadi.
"Peserta didik ini berasal dari berbagai daerah, dan berasal dari keluarga miskin yang seyogyanya dibantu agar dapat berprestasi, dan sebagainya," kata Arist melansir dari Kompas.com.
"Tapi ternyata dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya."
Meski Julianto telah dilaporkan pada 29 Mei 2021, namun perjalanan kasus tersebut terbilang cukup alot.
Polisi baru menetapkan Julianto sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap siswi SPI pada 5 Agustus 2021.
Sementara berkas perkara Julianto baru mulai disidangkan pada Rabu (16/2/2022), tujuh bulan setelah penetapannya sebagai tersangka.
Untuk diketahui, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, polisi tidak menahan Julianto. Bahkan setelah berstatus terdakwa, pendiri SPI ini juga masih dibebaskan menghirup udara segar.
Melansir Tribunnews, dalam sidang pada Februari yang berlangsung di Pengadilan Negri Malang ini, baru ada satu saksi yang diajukan yakni yang berinisial DSD.
Baca Juga: Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Malang Kelas I A Mohammad Indarto menyebut keputusan tidak menahan Julianto merupakan kewenangan Majelis Hakim.
"Kewenangan itu dari majelis hakim dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun karena majelis hakim yang tahu berkaitan dengan kepentingan persidangan ke depan," ujarnya.
Pada Rabu (9/3/2022) sidang kedua dengan terdakwa Julianto digelar tertutup di Ruang Cakra PN Kota Malang. Dalam sidang lanjutan ini, satu saksi korban dan saksi dihadirkan.
Philipus Sitepu, dari tim kuasa hukum Julianto menyebut di sidang kedua ini pihaknya menemukan ketidakcocokan antara BAP dan dakwaan dalam persidangan.
"Persidangan hari ini sesuai dengan harapan kami, kami bisa membuktikan ketidakkonsitenan antara BAP dan keterangan," kata Philipus, Rabu (9/3).
Sementara itu Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait yang setia mendampingi para korban, turut menyaksikan persidangan tersebut. Di kesempatan itu dia masih mempertanyakan Julianto yang tak kunjung ditahan.
Seperti yang terjadi saat sidang lanjutan yang digelar 13 April 2022, Julianto masih tak kunjung ditahan atas kasus kekerasan seksual tersebut, meskipun Jaksa Penuntut Umum terlah berulang kali mengajukan penahanan tersebut.
Baca Juga: Sidang Kedua Kasus Pelecehan Seksual SMA SPI Kota Batu, Dua Saksi Dihadirkan
Termasuk saat Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait terlibat adu mulut dengan pengacara motivator yang menjadi terdakwa kekerasan seksual di SPI, Julianto Eko di ruang sidang PN Kota Malang.
Adu mulut ini terjadi sebelum sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Rabu (6/7).
Arist menuturkan dirinya menyoroti sudah lima bulan sidang berjalan, terdakwa kasus kekerasan seksual Julianto tidak kunjung ditahan.
"Terdakwa seharusnya bisa dipenjara 15 tahun penjara hingga hukuman mati, seharusnya itu ketika menjadi terdakwa dan masuk persidangan harusnya diikuti dengan penahanan," ujar Arist saat itu.
Arist kemudian menegaskan Komnas PA akan terus mengawal proses persidangan terdakwa Julianto.
"Kita harus kawal kasus ini, jangan sampai dibiarkan karena anak-anak bisa menjadi korban dari predator seperti yang dilakukan oleh terdakwa JE (Julianto Eko)," tegasnya.
Sementara itu, sidang lanjutan terdakwa Julianto ini akan kembali digelar pada 20 Juli 2022 dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Julianto dijerat dengan pasal alternatif atau beberapa pilihan dakwaan.
Julianto didakwa dengan sejumlah Pasal, yakni Pasal 81 Ayat 1 Juncto Pasal 76 d Undang-Undang Perlindungan Anak dan Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian Pasal 81 Ayat 2 UU tentang Perlindungan Anak, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, Pasal 82 Ayat 1 Juncto Pasal 76 e UU Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 294 Ayat 2 ke-2 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Terdakwa Julianto terancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Baca Juga: Sidang Kekerasan Seksual Motivator, Ketua Komnas PA: Terdakwa Kekerasan Seksual Harus Ditahan!
Sumber : Kompas TV/Tribun Jatim/Tribunnews/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.