Di NU misalnya, ia menyebut ada Laziz NU atau NU Care. Di PP Muhammadiyah, ada LazisMU, dan pemerintah sendiri punya Baznas.
Mereka ini, sebut Gus Fahrur, bisa dipercaya untuk donasi.
Namun, kata dia, lebih lagi jika donasi diberikan langsung kepada yang berhak di sekitar kita.
“Lebih baik lagi yang ada di sekitar kita sendiri,” tutupnya.
Baca Juga: Mengapa Lembaga Sedekah ACT Dikaitkan dengan Terorisme?
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, Polri mulai mendalami kasus dugaan penyelewengan dana yang dilakukan oleh lembaga amal atau donasi ACT, Senin (4/7).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, dugaan kasus ini masuk dalam proses penyelidikan yang ditangani langsung oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Info dari Bareskrim, masih proses penyelidikan dulu," katanya.
Presiden ACT Ibnu Khajar menegaskan, pengelolaan dana oleh lembaganya masih dalam kategori wajar.
Di sisi lain, Majalah Tempo yang melakukan Investigasi tentang ACT, menemukan adanya rekayasa laporan keuangan ACT, hingga membuat lembaga itu mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari auditor.
"Kalau menganut kewajaran, 12,5 persen untuk hak penyelenggaranya. Nah, ini kalau kita perhatikan, ternyata lebih dari itu," kata Direktur Pemberitaan Tempo Budi Setyarso dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (4/7/2022).
Presiden ACT sendiri membenarkan bahwa rata-rata dana yang diterima ACT, digunakan lebih dari 12,5 persen, tepatnya sebanyak 13,7 persen untuk keperluan operasional.
"Kenapa ACT 13,7 persen? Lebih karena ACT bukan lembaga zakat, ada donasi-donasi umum masyarakat, ada CSR, ada zakat juga," kata Ibnu dalam konferensi pers ACT di Jakarta Selatan, Senin (4/7).
Menurut Ibnu, lembaganya membutuhkan dana distribusi yang cukup besar karena memiliki banyak cabang di berbagai negara.
"ACT butuh dana distribusi dari dana lebih karena banyaknya cabang dan negara, diambil dari dana nonzakat," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.