JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI menyoroti dua pasal yang dianggap bermasalah pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas DPR RI dan Pemerintah.
Koordinator Sosial Politik BEM UI Melki Sedek Huang mengungkapkan dua pasal yang disorot oleh pihaknya yakni Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP.
Baca Juga: Protes RKUHP, BEM UI Ultimatum Jokowi dan DPR Ancam Bikin Demo Lebih Besar dari 2019
Melki menuturkan dua pasal tersebut diketahui luput dari pembahasan saat rapat terakhir antara DPR dan pemerintah.
Diketahui, pada Pasal 273 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.
Artinya, kata Melki, pasal tersebut menyiratkan bahwa masyarakat perlu izin dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.
Menurut Melki, hal itu dinilai bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun Jokowi, BEM UI Bakal Gelar Demo Tolak RKUHP Hari Ini
"Tak hanya itu, Pasal 273 RKUHP pun memuat unsur karet tanpa batasan konkret, yakni 'kepentingan umum', yang rentan disalahgunakan untuk mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata Melki dikutip dari Kompas.com pada Selasa (21/6/2022).
Sementara itu, Pasal 354 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi.
Selain mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang seharusnya dapat dikritik oleh masyarakat, keberadaan Pasal 354 RKUHP dinilai akan menimbulkan permasalahan signifikan, mengingat pasal itu bukan merupakan delik aduan.
"Dengan demikian, siapa pun dapat melaporkan seseorang atas penghinaan terhadap
kekuasaan umum atau lembaga negara yang beredar di ranah elektronik, di mana hal ini dapat mencederai iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia," kata Melki.
Baca Juga: Tidak Transparan, BEM UI Desak Pemerintah Buka Akses Draft RKUHP Terbaru ke Publik
Tak hanya mempersoalkan sejumlah pasal bermasalah, BEM UI juga mempertanyakan sikap pemerintah dan DPR yang dinilai tidak transparan dalam pembahasan RKUHP.
Karena sebab itulah, BEM UI kemudian menggelar aksi demonstrasi di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, pada hari ini, Selasa (21/6/2022) memprotes pembahasan RKUHP tersebut.
Dalam tuntutannya pada aksi hari ini, BEM UI mendesak Presiden dan DPR untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat, serta melakukan pembahasan secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik.
Selain itu, kata Melki, pihaknya juga menuntut Presiden dan DPR untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP.
Baca Juga: Komisi III DPR: Cabul LGBT dan Kumpul Kebo Bakal Masuk Pidana, Sedang Diproses Masuk RKUHP
Terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial.
Jika tuntutan mereka tak diindahkan, BEM UI mengancam bakal menggelar aksi demo yang lebih besar dibandingkan sebelumnya yang terjadi pada 2019 silam.
"Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun waktu 7x24 jam, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019," kata Melki
Seperti diketahui, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi turun ke jalan menggelar aksi demo besar-besaran pada September 2019.
Baca Juga: Politis PDIP Nilai Pasal Ancaman Pidana Pengibar Bendera Kusam dalam RKUHP Mubazir
Mereka memprotes pembahasan RKUHP yang dinilai tak transparan dan terdapat banyak pasal bermasalah di dalamnya.
Aksi demonstrasi yang akhirnya berujung ricuh saat itu berhasil membuat Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan menunda pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.
Tak hanya itu, Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menjaring masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RKUHP. DPR pun menyepakati penundaan pengesahan RKUHP itu.
Namun, belakangan pembahasan RKUHP kembali dilakukan melalui rapat Komisi III DPR RI dengan Pemerintah pada 25 Mei 2022.
Baca Juga: Geram! Megawati Sindir Parpol Lain: Kalau Ada Koalisi di PDIP, Out!!!
Karena itu, BEM UI mempertanyakan sekaligus menagih draf terbaru RKUHP yang sampai saat ini belum dibuka ke publik.
"Hingga kini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP. Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial," ucap Melki.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.