JAKARTA, KOMPAS.TV- Melaksanakan ibadah haji menimbulkan kesan mendalam bagi yang sudah mengalaminya. Banyak yang rindu untuk kembali ke Baitullah.
Berbagai kisah dan cerita tak habis dituturkan, salah satunya oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1985-1988.
Dalam buku pengalaman berhajinya, 'Perlawatan ke Haramain, Pengalaman Seorang Haji,' Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini, mengisahkan perjalanan berangkat ke Tanah Suci di tengah kesibukannya sebagai dosen pada 1974.
Keraguan adalah hal yang pertama menyelinap dalam hatinya.
"Saya tahu betapa banyak kekurangan yang masih melekat pada diri saya, khususnya dalam masalah amal ibadah saya," katanya.
Bukan hanya itu, dia juga mempertimbangkan soal pekerjaan dan anak-anak.
Baca Juga: Kakanwil Kemenkumham Sulsel Serahkan Paspor Jamaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Makassar
Namun isterinya, yang pertama mengutaran niat itu memantapkan hati bahwa semua bisa diatasi. "Memang benar dia, kalau pekerjaan yang diberatkan, kapan pula pekerjaan akan selesai dan berhenti? Bukankah beribu-ribu jemaah haji lainnya juga bukan orang pengangguran?" ucap Fuad Hassan, membenarkan niat isterinya.
Pada saat yang sama, dia membayangkan ketertarikan pada tempat-tempat di dunia yang sudah dia kunjungi seperti Acropolis, Colloseum, Piramida dan Tembok China.
"Mengapa berbagai kekaguman telah terarah pada sejumlah hal-hal lainnya, sedangkan Baitullah di Makkah terabaikan?" tanyanya pada diri sendiri.
Setelah mulai merasakan kemantapan hati dan niat. Segalanya pun diurus. Seperti kebanyakan jemaah haji lain, salah satu yang harus dilaksanakan adalah karantina, pada 25 November 1974.
"Sejak pagi-pagi seisi rumah kami sudah siap didampingi kopor-kopor yang sudah tertutup rapi dengan segala tanda-tanda pengenalnya," kenangnya.
Di karantina, yang kala itu berada di kawasan Senayan, rupanya Fuad Hassan masih terhubung dengan para mahasiswanya. Salah satunya adalah Cyntia, yang sebelum karantina sudah beberapa kali menemuinya.
Urusan yang dibicarakan adalah soal persiapan perayaan Natal di kampus. Mahasiswa tingkat dua ini sengaja mendatangi Fuad Hassan untuk membicarakan persiapan yang lebih matang. Maklum, Fuad Hassan kala itu adalah dekan.
"Urusan itu sendiri tidak sulit untuk segera diselesaikan. Tapi betapa tergerak hati saya ketika ia berpesan: Doakan saya di sana, Pak. Kalau bisa kirimi surat dari Makkah."
Padahal Cyntia adalah mahasiswa Katolik. Dalam permohonan agar didoakan, menurut Fuad, tergambar wajah sungguh-sungguh.
Ia tidak pura-pura bahkan menambahkan, "Bolehkan kan Bapak mendoakan saya?"
Baca Juga: Tunaikan Umrah Wajib, 8.698 Jemaah Haji Indonesia Kelilingi Ka’bah!
Fuad Hassan merasakan getaran ketulusan dari seorang mahasiswa yang ingin didoakan.
Kehadiran Cyntia, menurut Fuad, bukan saja menggambarkan wajah seorang mahasiswa tapi perlambang manusia dalam kemurniannya.
"Jiwa yang sederhana ini begitu gampang menjadi jujur dan terbuka. Saya merasakan betapa hormatnya ia berkata tentang perjalanan saya ke Tanah Suci," ujar Fuad Hassan penuh rasa haru.
Perjalanan haji pun berjalan lancar hingga pulang ke Tanah Air.
"Saya hanya berharap, semoga Allah telah membuat ibadah haji saya ini mabrur dan diterima oleh-Nya. Tidak lebih dari itu, sebab selebihnya akan tergantung pada amal dan akhlak saya sendiri," tutupnya.
Fuad Hassan, kelahiran Semarang, Jawa Tengah 29 Juni 1929 selain dikenal sebagai guru besar psikologi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga pernah menjadi Duta Besar Mesir, merangkap Sudan, Somalia dan Djibouti (1976-1982).
Dia meninggal 7 Desember 2007 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.