Tujuannya, agar tabungan itu tersimpan dengan baik. Apalagi, uang itu dikumpulkan sedikit demi sedikit.
"Sehari kadang mendapat Rp 30.000 sampai Rp 50.000, kadang juga tidak mendapat apa-apa," ujarnya.
Tak hanya mengayuh becak, Holili juga menjadi kuli angkut di pelabuhan yang tak jauh dari rumahnya.
Pada 2011, sang istri mendapat arisan. Uang hasil arisan ditambah dengan hasil penjualan emas yang selama ini ditabung menjadi bekal untuk mendaftar haji.
"Awalnya saya ragu, tapi isteri saya meyakinkan insyaallah akan dibantu oleh Allah SWT," ucapnya.
Meski cukup antusias jelang keberangkatan haji, Holili masih menyimpan duka.
Bebeberapa bulan jelang pengumuman keberangkatan pada 2020, istrinya meninggal karena sakit.
Holili sempat menawarkan kepada kedua putranya agar menggantikan kuota ibunya untuk berangkat haji, tetapi kedua putranya menolak.
"Anak-anak saya ingin agar uang jatah ibunya diberikan kepada orang sebagai badal haji atau pengganti ibadah haji ibunya," jelas Holili.
Jelang keberangkatan, Holili semakin bingung karena tidak memiliki cukup uang untuk bekal dan membayar KBIH.
Dia lagi-lagi bersyukur karena ada pihak KBIH yang bersedia memfasilitasi keberangkatan hajinya tanpa dipungut biaya.
"Alhamdulillah, doakan saya dan istri saya menjadi haji yang mabrur," harapnya.
Sumber : Kompas TV/kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.