JAKARTA, KOMPAS.TV – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengingatkan masyarakat bahwa kasus Covid-19 akan ada sepanjang waktu saat menjadi endemi.
Ali menjelaskan perbedaan antara pandemi dengan endemi, yakni saat pandemi, kasus melonjak tajam di banyak negara.
Sedangkan saat menjadi endemi, kasus akan ada sepanjang waktu tetapi dengan jumlah yang tidak sebanyak saat pandemi.
“Sedangkan endemi itu nanti sepanjang masa ada kasusnya tetapi terkendali dan angka kematiannya sedikit,” tegasnya dalam Bussiness Talk Kompas TV, Selasa malam (24/5/2022).
Ia menjelaskan, berdasarkan hal itu, BPJS Kesehatan disebutnya optimistis mampu mengendalikan saat endemi.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Imbau Masyarakat Jadi Peserta Sebelum Endemi: Biaya Perawatan Covid-19 Bisa Jutaan
Yang menarik, lanjut dia, saat era new normal, ada suatu kebiasaan masyarakat kita yang bagus dalam menjaga protokol kesehatan.
“Itu satu hal yang patut kita pelihara dan teruskan.”
Nantinya, saat Covid-19 menjadi endemi di Indonesia, BPJS Kesehatan menjadikan layanan fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai penjaga gerbang atau gate keeper.
“Seperti Puskesmas, klinik, itu fungsi gate keeper, dia bisa mengetahui persis pesertanya apakah perlu dirujuk atau tidak.”
Ia menambahkan, saat Covid-19 menjadi endemi di Indonesia, biaya perawatan akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, tetapi hanya untuk pesertanya saja.
Padahal, biaya perawatan untuk Covid-19 bisa mencapai puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah.
Oleh sebab itu, ia mengimbau agar masyarakat segera mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
“Pesan saya satu kepada masyarakat, jangan sampai masyarakat itu belum menjadi peserta BPJS. Nanti kalau tiba-tiba endemi, lalu tidak ditanggung lagi, yang bukan peserta BPJS kan harus bayar sendiri kalau kena Covid,” tuturnya.
Ali Ghufron menegaskan, pembiayaan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan berasal dari dana para peserta.
Sehingga jika masyarakat ingin agar perawatannya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, mereka harus menjadi peserta.
Mengenai rencana kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan, ia mengaku hingga saat ini pihaknya belum merencanakan kenaikan.
“Kami menghindari kenaikan tarif itu. Paling nggak sampai 2024 itu kami upayakan tidak ada.”
Saat ditanya tentang kabar mengenai standar satu harga untuk tarif iuran BPJS Kesehatan, Ali Ghufron menyebut hal itu menyalahi konsep dasar asuransi kesehatan sosial.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Dinilai Masih Tinggi, Arab Saudi Larang Warganya ke Indonesia
“Kalau terjadi, itu melanggar substansi dasar konsep asuransi kesehatan sosial tentang gotong royong.”
“Yang kaya bayar Rp75 ribu, yang miskin Rp75 ribu, belum lagi beban APBN akan tinggi dan pemerintah akan terlalu berat,” ucapnya.
Dia juga mengaku BPJS Kesehatan akan berusaha keras agar nantinya tidak perlu lagi mendapatkan suntikan dana, minimal tahun 2025 atau 2026.
Sementara, Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, menyebut, saat Covid-19 menjadi endemi, jumlah kasus dan keterisian tempat tidur akan menjadi lebih sedikit.
“Begitu pandemi menjadi endemi, pasien sedikit, keterisian tempat tidur sedikit. Jangan kita berpikiran pasiennya banyak seperti dulu,” jelasnya.
Untuk menjaga kestabilan jumlah kasus di masa endemi, lanjut dia, Kemenkes akan melakukan upaya promotif, seperti tracing dan testing, yang harus diclearkan pembiayaannya.
Di Kementerian Kesehatan, kata Syahril, ada program yang dinamakan transformasi kesehatan.
Salah satu upayanya adalah bisa bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan memperkuat ketahanan masyarakat melalui transformasi layanan primer.
“Di mana layanan primer ini diperkuat dengan upaya preventif, edukatif, dan promotif,” tegasnya.
“Dengan upaya inilah kita akan membiasakan masyarakat kita dengan pola perilaku hidup bersih dan sehat.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.