Jalan panjang pengungkapan kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, Jawa Barat. Akankah terungkap atau menjadi bagian dari cold case yang menumpuk di "lemari pendingin" penyelidikan polisi?
Peristiwa pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Jawa Barat, terjadi pada 18 Agustus 2021 lalu. Korban adalah Tuti, dan anak bungsunya, Amel. Sudah 9 bulan berlalu, namun pelakunya masih gelap hingga saat ini. Sebelumnya sempat ada titik terang saat polisi berhasil membuat sketsa wajah pelaku.
"Sketsanya sudah kita sebar ke Polres-Polres wilayah, sampai ke Polda seluruh Indonesia," ucap Kombes Ibrahim Tompo, Kabid Humas Polda Jawa Barat.
Menurut Tompo, kepolisian juga telah menyebarkan sketsa itu ke masyarakat. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat yang mengetahui atau mengenal wajah pada sketsa itu untuk segera menginformasikannya ke kepolisian terdekat.
"Bagi yang mengetahui identitas yang sama dengan sketsa itu agar memberikan informasi kepada pihak kepolisian," katanya.
Seperti diketahui, Kapolda Jabar Irjen Pol. Suntana pun memerintahkan jajarannya untuk mengebut proses pengungkapan, dan menargetkannya pada awal tahun 2022 ini. Namun sampai saat ini, keberadaan pelaku masih menjadi misteri.
Meski demikian, Satuan Reserse Kriminal Umum Polda Jabar tetap berupaya melakukan pengungkapan siapa pembunuh anak dan ibu tersebut.
"Masih penyidikan," ucapnya.
Kasus ini telah diambil alih Polda Jawa Barat dari Polres Subang sejak 15 November 2021.
Pelimpahan kasus ini bertujuan untuk mengefisiensikan waktu penyidikan dan penyelidikan kasus. Segala petunjuk dan bukti yang bersifat konvensional yang dapat membantu penyidikan bakal disandingkan secara digital.
Saya mencatat setidaknya ada empat hal yang janggal dilakukan oleh sang pelaku pada kasus ini. Ini menunjukkan sang pelaku mengetahui bagaimana cara menghilangkan kemungkinan pelacakan oleh polisi.
Pertama, penyelidik biasa menggunakan rekaman percakapan baik suara maupun tertulis untuk mencari bukti, yang dijejaki sebelum kejadian. Pada kasus ini, hasilnya nihil. Artinya pelaku paham, tidak ada komunikasi yang menunjukkan jejak pelaku beberapa waktu sebelum kejadian.
Kedua, penyelidik biasa menggunakan cek lokasi untuk mengetahui orang-orang yang berada di lokasi kejadian dalam radius beberapa ratus meter. Ini dimungkinkan dengan penggunaan teknologi.
Pada kasus ini, hasilnya nihil. Artinya, pelaku tersebut paham dan bisa menghindari agar jejaknya tidak ketahuan sama sekali.
Ketiga, dan yang paling dasar, penyelidik biasa mencari jejak di Tempat Kejadian Perkara (TKP), yang mengarah pada pelaku. Entah sidik jari, Asam Deoksiribo Nukleat (DNA) yang didapat dari bagian tubuh atau pakaian pelaku, dan yang lain. Hasilnya pun NIHIL!
Padahal dari informasi, pelaku sempat mencuci bagian tubuhnya yang terkena darah di kamar mandi. Ini artinya, pelaku bisa mengaburkan semua jejak yang ada, bahkan jejak paling dasar sekalipun di TKP!
Keempat, penyelidik bisa menggunakan rekaman kamera pengawas alias CCTV di sekitar lokasi. Jika tidak ada, maka pencarian diperluas ke daerah terdekat dan mengarah ke TKP.
Tapi pada kasus ini, hasilnya kembali NIHIL! CCTV di lokasi tidak ada, dan CCTV lain tidak bisa mendeteksi pergerakan dengan detail karena kualitas alat dan berbagai hal.
Pakar kejahatan alias kriminolog Universitas Indonesia, Profesor Adrianus Meliala, mengungkapkan, bahwa pelaku kejahatan dalam pembunuhan ibu dan anak di Subang ini melakukannya dengan efisien.
Meski ia berada di TKP beberapa jam, sejak malam hingga menjelang pagi, tidak ada satu pun jejak yang berhasil terendus.
"Ia bisa jadi bukan siapa-siapa. Tapi faktanya, ia melakukan kejahatan ini dengan efisien!" ungkap Adrianus.
Sementara itu, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto mengungkapkan kepada saya di program AIMAN, ada hal yang baru.
"Saya mendapat informasi, bahwa Kepolisian sudah mendapatkan DNA. DNA ini bisa jadi memang bukan pelaku atau sebaliknya, pelaku," kata Benny.
Di sini saya berpikir bahwa memang kemungkinan ada DNA asing yang ditemukan polisi. Karena DNA keluarga pasti bisa dicocokkan.
Namun pertanyaannya, apakah DNA asing ini punya pelaku atau bukan? Masih panjang jalan pembuktiannya.
Sayangnya menurut Benny, Indonesia tidak memiliki bank data DNA. Jika punya, pengungkapan kasus kriminal akan jauh lebih mudah.
DNA adalah bagian dari tubuh manusia. Ia bisa dideteksi dari kulit ari yang terlepas, air liur, dan bagian tubuh manusia yang lain. DNA ini bersifat identik, dan bisa menentukan anggota keluarga yang sedarah.
Lalu pertanyaannya, kapan kasus ini bisa diungkap?
Ada adagium, tak ada kejahatan yang sempurna. Pasti ada celah untuk mengungkap sebuah kejahatan.
Tapi dalam pengungkapan, tak boleh ada istilah salah tangkap karena mengejar target penyelidikan. Penuntasan berbasis penyelidikan ilmiah menjadi kunci. Karena saat ini, nyaris tak ada yang bisa ditutupi.
Di negara maju sudah ada bank data DNA, sebagaimana pula ada direktorat khusus yang diisi oleh para personel terpilih untuk menyelidik kasus-kasus yang sulit dan tak terpecahkan alias cold cases. Indonesia sudah selayaknya mempertimbangkan pembentukan bank data DNA. Hanya untuk satu kata, keadilan!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.