Kompas TV nasional hukum

ICW Ungkap Tren Penindakan Korupsi 2021, Hasilnya Polri Sangat Buruk, KPK Buruk, Kejaksaan Baik

Kompas.tv - 18 April 2022, 14:13 WIB
icw-ungkap-tren-penindakan-korupsi-2021-hasilnya-polri-sangat-buruk-kpk-buruk-kejaksaan-baik
Tren Penindakan Kasus Korupsi 2021 (Sumber: istimewa)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Wacth (ICW) mengatakan tren penindakan kasus korupsi 2021 oleh institusi kepolisian sangat buruk. Pasalnya, Penanganan kasus korupsi di Kepolisian menurun dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya.

Keterangan itu disampaikan oleh Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Senin (18/4/2022).

“Kepolisian memiliki 517 kantor, target penanganan kasus korupsi selama 2021 sebanyak 1.526 kasus dengan anggaran sebesar Rp290,6 miliar. Kepolisian selama tahun 2021 hanya dapat menangani 130 kasus,” ucapnya.

“Persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kepolisian sekitar 8,4 persen atau masuk dalam kategori E atau Sangat Buruk,” tambahnya.

Berdasarkan data yang dikantongi ICW, kualitas penanganan kasus di kepolisian paling banyak menjerat ASN sebagai tersangka, diikuti Kepala Desa, dan Swasta.

Baca Juga: ICW: Jika Lili Pintauli Terbukti Melanggar Kode Etik, Dia Berhasil Ikuti Jejak Firli Bahuri

Untuk pasal yang banyak digunakan, Kepolisian dalam menjerat pelaku adalah pasal Kerugian Negara, yakni sebanyak 119 kasus dengan potensi nilai kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun.

Hal ini sejalan dengan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada saat fit and proper test yang  menegaskan akan memaksimalkan pemulihan aset dalam kasus korupsi.

“Selain itu, pada bulan Februari 2021 lalu, Kapolri meningkatkan kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai upaya agar lembaganya mampu mengoptimalkan asset recovery dalam kasus tindak pidana ekonomi,” kata Lalola.

“Namun kenyataannya kepolisian hanya sebanyak 2 kali menerapkan instrument pasal pencucian uang yakni kasus korupsi Bank Jawa Tengah cabang Blora dan Jakarta serta pengembangan kasus yang menjerat Irjen Napoleon Bonaparte,” lanjut Lalola.

Baca Juga: Lili Pintauli Diduga Terima Gratifikasi Nonton MotoGP, ICW: Dewas KPK Harus Proaktif Cari Bukti

Bagi ICW, dengan sumber daya yang melimpah dari segi anggaran ketimbang Kejaksaan dan KPK, kinerja Kepolisian justru lebih buruk.

“Tidak ada upaya dari Kepolisian untuk membongkar kasus pada aktor yang paling strategis,” ujarnya.

Lebih lanjut, ICW membeberkan tren penurunan penindakan kasus korupsi oleh institusi KPK sejak mengalami revisi UU pada tahun 2019.

“Persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh KPK hanya sekitar 26,6 persen dari target sepanjang 2021 sebanyak 120 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja KPK masuk dalam kategori D atau Buruk,” ujar Lalola.

Lalola juga mengkritisi perihal kualitas penanganan kasus di KPK yang menurutnya belum banyak menyasar aktor strategis.

“Berbeda dengan Kejaksaan dan Kepolisian, KPK paling dominan menggunakan pasal suap dalam menangani perkara selama tahun 2021. Hanya ada 1 korporasi yang KPK tetapkan sebagai tersangka Profesionalisme Penindakan Kasus Korupsi,” ucapnya.

Baca Juga: Mantan Aktivis ICW Tama S Langkun Gabung Partai Perindo dan Jadi Juru Bicara Nasional

Dalam pernyataan, Lalola juga mengkritisi tren penindakan kasus korupsi oleh institusi Kejaksaan Agung.

ICW menyoroti target penanganan kasus Kejaksaan Agung selama 2021 dengan anggaran sebesar Rp75,5 miliar.

“Kejaksaan sepanjang tahun 2021 menangani sebanyak 371 kasus, persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kejaksaan sekitar 53 persen atau masuk dalam kategori B atau Baik,” ujarnya.

Untuk kualitas penanganan kasus, ICW mencermati aktor yang banyak ditangani oleh Kejaksaan adalah ASN (242 tersangka), Swasta (162 tersangka) dan Kepala Desa (101 tersangka).

“Nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani oleh Kejaksaan menjadi yang terbesar selama 2021 ketimbang intsitusi lainnya,” ucap Lolita.

Baca Juga: ICW sebut Pernyataan Luhut soal Big Data Layak Dikecam: Agar Tidak Langkahi Amanat Konstitusi

“Namun hal ini tidak dapat serta merta menjadi suatu pencapaian karena Kejaksaan harus memastkan bahwa potensi nilai kerugian sebesar Rp. 26,5 Triliun harus kembali ke kas negara,” tambahnya.

Tak hanya itu, ICW, sambung Lolita, juga mencermati perihal profesionalisme penindakan kasus korupsi di Kejaksaan Agung.

“Diduga terdapat sejumlah Kejaksaan yang tidak menangani kasus korupsi. Artinya, Jaksa Agung perlu melakukan evaluasi terhadap setiap Kejaksaan yang terbukti tidak bekerja,” katanya.

“Dalam kinerjanya, Kejaksaan masih minim melakukan pengembangan kasus yang ditanganinya, salah satunya adalah kasus Jaksa Pinangki, Kejaksaan masih belum melakukan upaya untuk mengejar aktor lain yang terlibat dalam kasus tersebut,” lanjutnya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x