Mengingat, keberadaan database kependudukan beserta perangkat penunjangnya akan sangat berguna dalam persiapan Pemilu 2024 mendatang.
"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," ungkap Zudan.
Tapi, Zudan juga menyadari bahwa peremajaan dan penyediaan perangkat penunjang database kependudukan itu membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Baca Juga: Tarif PPN Layanan BCA Juga Ikut Naik 11 Persen, Cek di Sini
Zudan mengungkapkan, sebetulnya beberapa tahun lalu sempat ada pemberlakuan tarif akses NIK atau data kependudukan, tak seperti selama ini yang digratiskan oleh pemerintah.
"Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented," ujar Zudan.
Menyambung penjelasan di atas, dapat diketahui bersama bahwa tarif akses NIK sebesar Rp1.000 nantinya hanya berlaku bagi mereka yang membutuhkannya untuk kepentingan komersial.
"Sedangkan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, penegakan hukum tetap gratis," tutur Zudan, menegaskan bahwa masyarakat umum tetap bisa mengakses NIK secara cuma-cuma.
Contohnya yakni untuk pelayanan BPJS Kesehatan, pemerintah daerah (pemda), kementerian, lembaga pemerintahan, sekolah, kampus, dan masih banyak lagi.
Baca Juga: Pemkab Temanggung Mulai Perekaman e-KTP untuk Pemilih Pemula, Jumlahnya Mencapai 50 Ribu Orang
Lebih lanjut, Zudan menambahkan, rencana tarif akses NIK itu bakal berlaku setelah regulasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari layanan pemanfaatan data adminduk disahkan.
Sepengetahunnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun telah menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk PNBP tersebut.
Selain itu, Kemendagri pun tengah berupaya mengajukan dana alternatif ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Bank Dunia.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.