JAKARTA, KOMPAS.TV – Mahasiswa masih mengangkat isu penolakan penundaan pemilu dalam beberapa aksi karena belajar dari pengalaman, bahwa ada sejumlah janji pemerintah yang belum terpenuhi.
Hal itu disampaikan mantan aktivis mahasiswa tahun 1998, Usman Hamid, dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (13/4/2022) malam.
“Kenapa masih terus diangkat? Saya kira dalam tahun-tahun pemerintahan Pak Jokowi ada banyak janji yang pernah disampaikan, tapi setiap tahun, setiap janji itu diucapkan, setiap tahun pula kita melihat bahwa itu tidak terpenuhi,” tutur Usman Hamid.
Baca Juga: 2 Aktivis '98 Perdebatkan Tuntutan Mahasiswa Soal Tolak Penundaan Pemilu
Usman mencontohkan janji tentang penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, yang menurutnya sampai saat ini tidak ada.
“Bahkan setiap Desember, Hari Hak Asasi Manusia, Presiden mengucapkan janji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, tapi tiap tahun pula itu tidak terselesaikan.”
“Saya kira mahasiswa juga belajar dari pengalaman tahun-tahun pemerintahan yang sekarang, bahwa sebelum itu benar-benar terjadi, sulit untuk 100 persen meyakini bahwa benar-benar pemilu tidak akan ditunda,” urainya.
Hal itu, lanjut Usman, sama seperti kasus pelanggaran HAM, sebelum kasus itu selesai, sulit untuk meyakini atau mempercayai bahwa janji itu akan dapat dipegang.
Menanggapi hal itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu, yang juga mantan aktivis pada periode yang sama, menyatakan, evaluasi kinerja Presiden dilakukan dalam lima tahun, dan jika dianggap gagal, seharusnya tidak terpilih kembali.
Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Koordinator BEM SI Bongkar Strategi dan Alasan Perubahan Titik Aksi 11 April
“Sama dengan janji Jokowi. Janji dievaluasi per periode dong. Gagal? Jangan dipilih lagi.”
“Artinya, Usman boleh punya pendapat, tapi sekian puluh juta rakyat yang lain kan pendapatnya tidak sama dengan Usman, sehingga dia terpilih lagi pada 2019,” timpal Adian.
Adian menambahkan, kita tidak boleh menafikkan sekian banyak orang hanya karena seorang Usman Hamid.
“Bagaimana pun juga pemilu itu bukan untuk Usman Hamid. Tapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana pun hasilnya, itulah dia.”
Menurutnya, secara personal, orang boleh mengatakan tidak setuju, bahkan boleh membangun imajinasi kekhwatiran tentang sesuatu.
“Tapi, apakah itu bisa menjadi alasan bagi intelektual untuk bergerak? Belum tentu,” kata dia.
Dalam acara itu, Adian Napitulu juga menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah beberapa kali menyampaikan penolakannya terkait penundaan pemilu.
“Soal tiga periode, ini agak membingungkan ya. Pertama, Jokowi sudah bilang, 'Yang minta tiga periode itu menjilat saya, menampar wajah saya, dan segala macam',” kata Adian.
“Lalu orang bilang masih kurang. Lalu Presiden katakan lagi, ‘Yang minta perpanjangan itu hak mereka. Tapi, saya akan patuh pada konstitusi’.”
Lalu, lanjut Adian, orang sibuk menafsirkan, konstitusi kapan? Nantikah, tahun depankah? Bulan depankah? Atau sekarang?
Sebetulnya, kata Adian, tidak perlu rumit. Jika Presiden berbicara tentang konstitusi, itu artinya konstitusi per hari ini.
“Tapi itu dianggap masih kurang juga. Lalu Presiden sampaikan untuk ketiga kalinya, pemilu tetap berjalan.”
Bahkan, menurutnya, tidak ada satu pun langkah Presiden, pemerintah dan DPR menunda proses pemilu.
“Di sisi yang lain, orang bilang, ini menterinya ngomong begini. Iya, dari 34 menteri, tiga menteri ngomong begitu, 31 nya enggak. Yang didengar rakyat kan tiga.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.